Thursday, 15 December 2016

MAKALAH “ISLAM DAN EKONOMI”

MAKALAH

PENGANTAR AGAMA ISLAM
“ISLAM DAN EKONOMI



Disusun Oleh Kelompok 8
-  Akbar I
-Ilham Z
-Ilham
-Restu
-Lucky L.H













FAKULTAS ILMU KOMUNIKASI
UNIVERSITAS GARUT
2016


KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmatNYA sehingga makalah ini dapat tersusun hingga selesai . Tidak lupa kami juga mengucapkan banyak terimakasih atas bantuan dari pihak yang telah berkontribusi dengan memberikan sumbangan baik materi maupun pikirannya sehingga makalah ini bisa terselesaikan sebagaimana mestinya.

    Dan harapan kami semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan dan pengalaman khususnya bagi kami umumnya bagi para pembaca, Untuk ke depannya dapat memperbaiki bentuk maupun menambah isi makalah agar menjadi lebih baik lagi.

    Karena keterbatasan pengetahuan maupun pengalaman kami, Kami yakin masih banyak kekurangan dalam makalah ini, Oleh karena itu kami sangat mengharapkan saran dan kritik yang membangun dari pembaca demi kesempurnaan makalah ini.













Garut, 12 Desember 2016



Penulis


DAFTAR ISI

COVER.......................................................................................................................................
KATA PENGANTAR...............................................................................................................
DAFTAR ISI.............................................................................................................................
BAB I PENDAHULUAN..........................................................................................................
BAB II PEMBAHASAN...........................................................................................................
BAB III KESIMPULAN...........................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA................................................................................................................


















BAB I
PENDAHULUAN


1.1  LATAR BELAKANG
Islam adalah satu-satunya agama yang sempurna yang mengatur seluruh sendi kehidupan manusia dan alam semesta. Kegiatan perekonomian manusia juga diatur dalam Islam dengan prinsip illahiyah. Harta yang ada pada kita, sesungguhnya bukan milik manusia, melainkan hanya titipan dari Allah SWT agar dimanfaatkan sebaik-baiknya demi kepentingan umat manusia yang pada akhirnya semua akan kembali kepada Allah SWT untuk dipertanggungjawabkan.
Ekonomi Islam merupakan ilmu yang mempelajari perilaku ekonomi manusia yang perilakunya diatur berdasarkan aturan agama Islam dan didasari dengan tauhid sebagaimana dirangkum dalam rukun iman dan rukun  Islam. Bekerja merupakansuatukewajibankarena Allah SWTmemerintahkannya, sebagaimanafirman-Nyadalamsurat At Taubahayat 105:

“Dan katakanlah, bekerjalahkamu, karena Allah danRasul-Nyaserta orang-orang yang berimanakanmelihat pekerjaanitu”.

Karena kerja membawa pada keampunan, sebagaimana sabadaRasulullah Muhammad saw:
“Barang siapa diwaktu sorenya kelelahan karena kerja tangannya, maka di waktu sore itu ia mendapat ampunan”.(HR.ThabranidanBaihaqi)

Jual beli ialah persetujuan saling mengikat antara penjual (yakni pihak yang menawarkan /menjual barang) dan pembeli (sebagaipihak yang membayar/ membelibarang yang dijual).






1.2  RUMUSAN MASALAH
1. Pengertian Ekonomi Dalam Islam?
2. Jual Beli Dalam Islam?
3. Syirkah
4. Bank
5. Prinsip Dan Konsep Dalam Islam
6. Koperasi

1.3  TUJUAN PENULISAN
A.    Dapat Mengetahui Pengertian Ekonomi Dalam Islam
B.     Dapat Mengetahui Jual Beli Dalam Islam
C.     Dapat Mengetahui Syirkah
D.    Dapat Mengetahui Bank
E.     Dapat Mengetahui Prinsip Dan Konsep Dalam Islam
F.      Dapat Mengetahui Koperasi












BAB II
PEMBAHASAN
2.1  Pengertian Ekonomi Dalam Islam
Pengertian Ekonomi Menurut Islam
Ekonomi adalah segala kegiatan yang berkaitan dengan usaha-usaha yang bertujuan untuk memenuhi segala keperluan hidup manusia. Dalam pengertian masa kini, ekonomi ialah satu pengkajian berkenaan dengan kelakuan manusia dalam menggunakan sumber-sumber untuk memenuhi keperluan mereka.
Ekonomi adalah segala kegiatan yang berkaitan dengan usaha-usaha yang bertujuan untuk memenuhi segala keperluan hidup manusia. Dalam pengertian masa kini, ekonomi ialah satu pengkajian berkenaan dengan kelakuan manusia dalam menggunakan sumber-sumber untuk memenuhi keperluan mereka.
Dalam pengertian Islam pula, ekonomi ialah satu sains sosial yang mengkaji masalah-masalah ekonomi manusia yang didasarkan kepada asas-asas dan nilai-nilai Islam. Ekonomi Islam adalah sebahagian daripada asas kepada masyarakat dan negara Islam. Kedua-duanya tidak boleh dipisahkan dan pada kedua-dua asas inilah terhubung jalin sistem sosial Islam.
2.2  JUAL BELI DALAM ISLAM
1.      Pengertian Jual Beli
Jual beli Adalah proses pemindahan hak milik/barang atau harta kepada pihak lain dengan menggunakan uang sebagai alat tukarnya.
Menurut etimologi, jual beli adalah pertukaran sesuatu dengan sesuatu (yang lain). Kata lain dari jual beli adalah al-ba’i, asy-syira’, al-mubadah, dan at-tijarah. Menurut terminologi, para ulama berbeda pendapat dalam mendefinisikannya, antara lain :
1.      Menurut ulama Hanafiyah : Jual beli adalah ”pertukaran harta (benda) dengan hartaberdasarkan cara khusus (yang dibolehkan).”
2.      Menurut Imam Nawawi dalam Al-Majmu’ : Jual beli adalah “ pertukaran harta dengan harta untuk kepemilikan.”
3.      Menurut Ibnu Qudamah dalam kitab Al-mugni : Jual beli adalah “ pertukaran harta dengan harta, untuk saling menjadikan milik.” Pengertian lainnya jual beli ialah persetujuan saling mengikat antara penjual ( yakni pihak yang menyerahkan/menjual barang) danpembeli (sebagai pihak yang membayar/membeli barang yang dijual).Pada masa Rasullallah SAW harga barang itu dibayar dengan mata uangyang terbuat dari emas (dinar) dan mata uang yang terbuat dari perak(dirham).


2.      Landasan atau Dasar Hukum Jual Beli
Landasan atau dasar hukum mengenai jual beli ini disyariatkan berdasarkan Al-Qur’an, Hadist Nabi, dan Ijma’ Yakni :
1.      Al Qur’an
Yang mana Allah SWT berfirman dalam surat An-Nisa : 29
“Hai orang-orang yang beriman janganlah kamu makan harta sesamamu dengan jalan yang bathil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama suka diantara kamu” (QS. An-Nisa : 29).
“Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba” (QS. Al-Baqarah : 275).
2.      Sunnah
Nabi, yang mengatakan:” Suatu ketika Nabi SAW, ditanya tentang mata pencarian yang paling baik. Beliau menjawab, ’Seseorang bekerja dengan tangannya dan setiap jual beli yang mabrur.” (HR. Bajjar, Hakim yang menyahihkannya dari Rifa’ah Ibn Rafi’). Maksud mabrur dalam hadist adalah jual beli yang terhindar dari usaha tipu-menipu dan merugikan orang lain.
3.    Ijma’
Ulama telah sepakat bahwa jual beli diperbolehkan dengan alasan bahwa manusia tidak akan mampu mencukupi kebutuhan dirinya, tanpa bantuan orang lain. Namun demikian, bantuan atau barang milik orang lain yang dibutuhkannya itu, harus diganti dengan barang lainnya yang sesuai. Mengacu kepada ayat-ayat Al Qur’an dan hadist, hukum jual beli adalah mubah (boleh). Namun pada situasi tertentu, hukum jual beli itubisa berubah menjadi sunnah, wajib, haram, dan makruh.

3.        Rukun dan Syarat Jual Beli
Rukun dan syarat jual beli adalah ketentuan-ketentuan dalam jual beli yang harus dipenuhi agar jual belinya sah menurut syara’ (hukum islam).
Rukun Jual Beli:
1)      Dua pihak membuat akad penjual dan pembeli
2)      Objek akad (barang dan harga)
3)      Ijab qabul (perjanjian/persetujuan)

a)      Orang yang melaksanakan akad jual beli ( penjual dan pembeli )
Syarat-syarat yang harus dimiliki oleh penjual dan pembeli adalah :
a.       Berakal, jual belinya orang gila atau rusak akalnya dianggap tidak sah.
b.      Baligh, jual belinya anak kecil yang belum baligh dihukumi tidak sah. Akan tetapi, jika anak itu sudah mumayyiz (mampu membedakan baik atau buruk), dibolehkan melakukan jual beli terhadap barang-barang yang harganya murah seperti : permen, kue, kerupuk, dll.
c.       Berhak menggunakan hartanya. Orang yang tidak berhak menggunakan harta milik orang yang sangat bodoh (idiot) tidak sah jual belinya. Firman Allah ( Q.S. An-Nisa’(4): 5)

b)      Sigat atau Ucapan
Ijab dan Kabul. Ulama fiqh sepakat, bahwa unsur utama dalam jual beli adalah kerelaan antara penjual dan pembeli. Karena kerelaan itu berada dalam hati, maka harus diwujudkan melalui ucapan ijab (dari pihak penjual) dan kabul (dari pihak pembeli).
Adapun syarat-syarat ijab kabul adalah :
1.            Orang yang mengucap ijab kabul telah akil baliqh.
2.        Kabul harus sesuai dengan ijab.
3.        Ijab dan kabul dilakukan dalam suatu majlis.

c)    Barang Yang Diperjual Belikan
Barang yang diperjual-belikan harus memenuhi syarat-syarat yang diharuskan, antara lain :
1.    Barang yang diperjual-belikan itu halal.
2.  Barang itu ada manfaatnya.
3.    Barang itu ada ditempat, atau tidak ada tapi ada ditempat lain.
4.      Barang itu merupakan milik si penjual atau dibawah kekuasaanya.
5.      Barang itu hendaklah diketahui oleh pihak penjual dan pembeli dengan jelas, baik zatnya, bentuknya dan kadarnya, maupun sifat-sifatnya.
d)     Nilai tukar barang yang dijual (pada zaman modern sampai sekarang ini berupa uang).
Adapun syarat-syarat bagi nilai tukar barang yang dijual itu adalah :
1.      Harga jual disepakati penjual dan pembeli harus jelas jumlahnya.
2.      Nilai tukar barang itu dapat diserahkan pada waktu transaksi jual beli, walaupun secara hukum, misalnya pembayaran menggunakan kartu kredit.
3.      Apabila jual beli dilakukan secara barter atau Al-muqayadah (nilai tukar barang yang dijual bukan berupa uang tetapi berupa uang).

4.      Hal-hal Yang Terlarang Dalam Jual Beli

Jual beli dapat dilihat dari beberapa sudut pandang, antara lain ditinjau dari segi sah atau tidak sah dan terlarang atau tidak terlarang.
1.      Jual beli yang sah dan tidak terlarang yaitu jual beli yang terpenuhi rukun-rukun dan syarat-syaratnya.
2.      Jual beli yang terlarang dan tidak sah (bathil) yaitu jual beli yang salah satu rukun atau syaratnya tidak terpenuhi atau jual beli itu pada dasar dan sifatnya tidak disyariatkan (disesuaikan dengan ajaran islam).
3.      Jual beli yang sah tapi terlarang ( fasid ). Jual beli ini hukumnya sah, tidak membatalkan akad jual beli, tetapi dilarang oleh Islam karena sebab-sebab lain.
4.      Terlarang sebab Ahliah (Ahli Akad). Ulama telah sepakat bahwa jual beli dikategorikan sah apabila dilakukan oleh orang yang baliqh, berakal, dapat memilih. Mereka yang dipandang tidak sah jual belinya sebagai berikut :

1.    Jual beli yang dilakukan oleh orang gila.
2.    Jual beli yang dilakukan oleh anak kecil. Terlarang dikarenakan anak kecil belum cukup dewasa untuk mengetahui perihal tentang jual beli.
3.      Jual beli yang dilakukan oleh orang buta. Jual beli ini terlarang karena ia tidak dapat membedakan barang yang jelek dan barang yang baik.
4.  Jual beli terpaksa
5.      Jual beli fudhul adalah jual beli milik orang lain tanpa seizin pemiliknya.
6.      Jual beli yang terhalang. Terhalang disini artinya karena bangkrut, kebodohan, atau pun sakit.
7.      Jual beli malja’  adalah jual beli orang yang sedang dalam bahaya, yakni untuk menghindar dari perbuatan zalim.
8.      Terlarang Sebab Shigat. Jual beli yang antara ijab dan kabulnya tidak ada kesesuaian maka dipandang tidak sah. Beberapa jual beli yang termasuk terlarang sebab shiqat sebagai berikut :
   Jual beli Mu’athah. Jual beli yang telah disepakati oleh pihak akad, berkenaan dengan barang maupun harganya, tetapi tidak memakai ijab kabul.
  Jual beli melalui surat atau melalui utusan dikarenakan kabul yang melebihi tempat, akad tersebut dipandang tidak sah, seperti surat tidak sampai ketangan orang yang dimaksudkan.
  Jual beli dengan syarat atau tulisan. Apabila isyarat dan tulisan tidak dipahami dan tulisannya jelek (tidak dapat dibaca), maka akad tidak sah.
  Jual beli barang yang tidak ada ditempat akad. Terlarang karena tidak memenuhi syarat in’iqad (terjadinya akad). Jual beli tidak bersesuaian antara ijab dan kabul.
  Jual beli munjiz  adalah yang dikaitkan dengan suatu syarat atau ditangguhkan pada waktu yang akan datang.
9.      Terlarang Sebab Ma’qud Alaih (Barang jualan) Ma’qud alaih adalah harta yang dijadikan alat pertukaran oleh orang yang akad, yang biasa disebut mabi ’(barang jualan) dan harga. Tetapi ada beberapa masalah yang disepakati oleh sebagian ulama, tetapi diperselisihkan, antara lain :
Jual beli benda yang tidak ada atau dikhwatirkan tidak ada.
  Jual beli yang tidak dapat diserahkan. Contohnya jual beli burung yang ada di udara, dan ikan yang ada didalam air tidak berdasarkan ketetapan syara’.
Jual beli gharar adalah jual beli barang yang menganung unsur menipu (gharar)..
  Jual beli barang yang najis dan yang terkena najis. Contohnya : Jual beli bangkai, babi, dll.
  Jual beli air
jual beli barang yang tidak jelas (majhul). Terlarang dikarenakan akan mendatangkan pertentangan di antara manusia.
  Jual beli  yang tidak ada ditempat akad (gaib) tidak dapat dilihat. Jual beli sesuatu sebelum dipegangi. Jual beli buah-buahan atau tumbuhan apabila belum terdapat buah, disepakati tidak ada akad. Setelah ada buah, tetapi belum matang, akadnya fasid.
10.  Terlarang Sebab Syara’. Jenis jual beli yang dipermasalahkan sebab syara’ nya diantaranya adalah :
  jual beli riba
  Jual beli dengan uang dari barang yag diharamkan. Contohnya jual beli khamar, anjing, bangkai.
Jual beli barang dari hasil pencegatan barang yakni mencegat pedagang dalam perjalanannya menuju tempat yang dituju sehingga orang yang mencegat barang itu mendapatkan keuntungan.
  Jual beli waktu adzan jum’at.Terlarang dikarena bagi laki-laki yang melakukan transaksi jual belidapat mengganggukan aktifitas kewajibannya sebagai muslim dalam mengerjakan shalat jum’at.
  Jual beli anggur untuk dijadikan khamar .
Jual beli barang yang sedang dibeli oleh orang laing. Jual beli hewan ternakyang masih dikandung oleh induknya.


5.      Barang Yang Dilarang Diperjual Belikan Dalam Islam

Islam melarang bentuk jual beli yan mengandung tindak bahaya bagi yang lain semacam jika BBM naik, sebagian pedagang menimbun barang sehingga membuat warga sulit mencari minyak dan hanya bisa diperoleh dengan harga yang relatif mahal. Begitu pula segala bentuk penipuan dan pengelabuan dalam jual beli menjadikannya terlarang. Saat ini kita akan melihat bahasan sebagai tindak lanjut dari tulisan sebelumnya mengenai bentuk jual beli yang terlarang.
Sebagai agama yang lengkap telah memberikan petunjuk lengkap tentang perdagangan, termasuk didalamnya barang-barang yang tidak boleh diperjualbelikan. Sebagai pengusaha muslimsudah sepantasnya kita mempelajari masalah ini agar terhindar dari perniagaan yang haram dan tidak di ridhoi allah.
Islam adalah agama yang syamil, yang mencangkup segala permasalahan manusia, tak terkecuali dengan jual beli. Jual beli telah disyariatkan dalam Islam dan hukumnya mubah atau boleh, berdasarkan Al Quran, sunnah, ijma’ dan dalil aqli. Allah SWT membolehkan jual-beli agar manusia dapat memenuhi kebutuhannya selama hidup di dunia ini.
Namun dalam melakukan jual-beli, tentunya ada ketentuan-ketentuan ataupun syarat-syarat yang harus dipatuhi dan tidak boleh dilanggar. Seperti jual beli yang dilarang yang akan kita bahas ini, karena telah menyelahi aturan dan ketentuan dalam jual beli, dan tentunya merugikan salah satu pihak, maka jual beli tersebut dilarang. Diantara jual beli yang dilarang dalam islam tersebut antara lain:

1.      Jual beli yang diharamkan
Tentunya ini sudah jelas sekali, menjual barang yang diharamkan dalam Islam. Jika Allah sudah mengharamkan sesuatu, maka Dia juga mengharamkan hasil penjualannya. Seperti menjual sesuatu yang terlarang dalam agama. Rasulullah telah melarang menjual bangkai, khamr, babi, patung dan lain sebagainya yang bertentangan dengan syariah Islam.
Begitu juga jual beli yang melanggar syar’I yaitu dengan cara menipu. Menipu barang yang sebenarnya cacat dan tidak layak untuk dijual, tetapi sang penjual menjualnya dengan memanipulasi seakan-akan barang tersebut sangat berharga dan berkualitas. Ini adalah haram dan dilarang dalam agama, bagaimanapun bentuknya.

2.      Barang yang tidak ia miliki.
Misalnya, seorang pembeli datang kepadamu untuk mencari barang tertentu.Tapi barang yang dia cari tidak ada padamu. Kemudian ksmu/ente dan pembeli saling sepakat untuk melakukan akad dan menentukan harga dengan dibayar sekian, sementara itu barang belum menjadi hak milik ente (kamu) atau si penjual. Kemudian ent pergi membeli barang dimaksud dan menyerahkan kepada si pembeli.
Jual beli seperti ini hukumnya haram, karena si pedagang menjual sesuatu yang barangnya tidak ada padanya, dan menjual sesuatu yang belum menjadi miliknya, Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam telah melarang cara berjual beli seperti ini. Istilah kerennya reseller.
Dalam suatu riwayat, ada seorang sahabat bernama Hakim bin Hazam Radhiyallahu 'anhu berkata kepada Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa salalm : “Wahai, Rasulullah. Seseorang datang kepadaku. Dia ingin membeli sesuatu dariku, sementara barang yang dicari tidak ada padaku. Kemudian aku pergi ke pasar dan membelikan barang itu”. Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda :
لَا تَبِعْ مَا لَيْسَ عِنْدَكَ

 
“ Jangan menjual sesuatu yang tidak ada padamu. [HR Tirmidzi]. “


3.      Jual beli Hashat.
Yang termasuk jual-beli Hashat ini adalah jika seseorang membeli dengan menggunakan undian atau dengan adu ketangkasan, agar mendapatkan barang yang dibeli sesuai dengan undian yang didapat. Sebagai contoh: Seseorang berkata: “ Lemparkanlah bola ini, dan barang yang terkena lemparan bola ini kamu beli dengan harga sekian”. Jual beli yang sering kita temui dipasar-pasar ini tidak sah. Karena mengandung ketidakjelasan dan penipuan.

4.      Jual beli Mulamasah.
Mulamasah artinya adalah sentuhan. Maksudnya jika seseorang berkata:  “Pakaian yang sudah kamu sentuh, berarti sudah menjadi milikmu dengan harga sekian”. Atau “Barang yang kamu buka, berarti telah menjadi milikmu dengan harga sekian”.
Jual beli yang demikian juga dilarang dan tidak sah, karena tidak ada kejelasan tentang sifat yang harus diketahui dari calon pembeli. Dan didalamnya terdapat unsur pemaksaan.

5.      Jual Beli Najasy
Bentuk praktek najasy adalah sebagai berikut, seseorang yang telah ditugaskan menawar barang mendatangi penjual lalu menawar barang tersebut dengan harga yang lebih tinggi dari yang biasa. Hal itu dilakukannya dihadapan pembeli dengan tujuan memperdaya si pembeli. Sementara ia sendiri tidak berniat untuk membelinya, namun tujuannya semata-mata ingin memperdaya si pembeli dengan tawarannya tersebut. Ini termasuk bentuk penipuan.
Dan Rasullulah S.A.W. telah melarang perbuatan najasy ini seperti yang terdapat di dalam hadist :
"Janganlah kamu melakukan praktek najasy, janganlah seseorang menjual di atas penjualan saudaranya, janganlah ia meminang di atas pinangan saudaranya dan janganlah seorang wanita meminta (suaminya) agar menceraikan madunya supaya apa yang ada dalam bejana (madunya) beralih kepadanya," (HR Bukhari [2140] dan Muslim [1413]).         
Tentunya masih banyak sekali contoh-contoh atau model jual beli yang dilarang dalam agama, seperti jual-beli yang menghalangi orang untuk melakukan sholat, khususnya diwaktu jumat setelah adzan kedua sholat jumat, juga menjual barang sebelum diterima, kemudian makelar atau calo yang menjual barang dengan harga yang lebih tinggi dari harga sekarang. Itu semua merupakan jual-beli yang dilarang dalam Islam.
Semoga kita semua senantiasa terjaga dalam bermuamalah dengan sesama, selalu waspada dan berhati-hati dalam bertindak khususnya dalam berdagang. Mari kita mensuri tauladani Nabi kita Muhammad SAW dalam berdagang, beliau selalu dipercayai dalam setiap ucapan, dan perbuatannya
Barang yang tidak boleh diperjualbelikan:
1.    Khamer (Minuman Keras)
2.    Bangkai, Babi dan Patung
3.    Anjing
4.    Gambar yang Bernyawa
5.    Buah-Buahan yang Belum Nyata Jadinya
6.    Biji-Bijian yang Belum Mengeras

2.3  SYIRKAH
A.    Pengertian Syirkah
Secara etimologi, syirkah atau perkongsian berarti:
الإختلاط أى خلط أحد المالين بالآخر بحيث لايمتزان عن بعضهما
"percampuran, yakni bercampunya salah satu dari dua harta dengan harta lainnya tanpa dapat dibedakan antara keduanya.[1]
Syirkah adalah akad kerja sama antara dua pihak atau lebih untuk suatu usaha tertentu, dimana masing-masing pihak memberikan kontribusi dana (amal/ expertise) dengan kesepakatan, bahwa keuangan dan resiko ditanggung bersama.[2]
Sedangkan menurut istilah terdapat perbedaan pendapat dikalangan ulama[3]
1.      Menurut Hanafiah
الشركة هي عبارة عن عقد بين المتشاركين في رئس المال والربح
Syirkah adalah suatu ungkapan tentang akad (perjanjian) antara dua orang yang berserikat didalam modal dan keuntungan.
2.      Menurut Malikiyah
هي اذن فى التصرف لهما معا انفسهما اى أن يأذن كل واحد من الشريكين لصاحبه فى ان يتصرف فى مال لهما مع إبقاء حق التصرف لكل منهما
Perkongsian adalah izin untuk mendayagunakan (tasharruf) harta yang dimiliki dua orang secara bersama-sama oleh keduanya, yakni keduanya saling mengizinkan kepada salah satunya untuk mendayagunakan harta milik keduanya, namun masing-masing memiliki hak untuk bertasharruf.
3.            Menurut Syafi’iyah
وفي الشرع: عبارة عن ثبوت الحق في الشيئ الواحد لشخصين فصاعدا على جهة الشيوع
Syirkah menurut syara’ adalah suatu ungkapan tentang tetapnya hak atas suatu barang bagi dua orang atau lebih secara bersama-sama
4.            Menurut Hanabilah
الشركة هي الإجتماع في استحقاق أو تصرف
Syirkah adalah berkumpul atau bersama-sama dalam kepemilikan atas hak atau tasarruf.
Dari definisi yang dikemukakan oleh beberapa para ulama mengenai pengertian dari syirkah bahwa yang dimaksud dengan syirkah adalah kerja sama antara dua orang atau lebih dalam bidang usaha atau modal yang masing-masing dari harta yang melakukan syirkah tersebut berbaur menjadi satu tanpa ada perbedaan satu dengan yang lainnya yang keuntungan dan kerugiannya di tanggung bersama sesuai kesepakatan yang telah di laksanakan.
Transaksi syirkah dilandasi adanya keinginan para pihak yang  bekerja sama untuk meningkatkan nilai aset yang mereka miliki secara bersama-sama. Termasuk dalam golongan musyârakah adalah semua bentuk usaha yang melibatkan dua pihak atau lebih di mana mereka secara bersama-sama memadukan seluruh bentuk sumber daya, baik yang berwujud maupun yang tidak berwujud. Melalui akad ini, kebutuhan nasabah untuk mendapatkan tambahan modal kerja dapat terpenuhi setelah mendapatkan pembiyaan dari bank. Selain digunakan untuk pembiyayan modal kerja, secara umum pembiyayaan musyarakah digunakan untuk pembelian barang investasi dan pembiyayaan proyek, bagi bank, pembiyayaan musyârakah dan memberi manfaat berupa keuntungan dari hasil pembiyayaan usaha.[4]

B.     Hukum Syirkah
Syirkah  hukumnya diperbolehkan atau disyari’atkan  berdasarkan Al-Qur’an, Al-Hadits dan ijma’ (konsensus) kaum muslimin. Dan berikut ini kami sebutkan dalil-dalilnya, di antaranya:

1. Al-Qur’an
وَإِنَّ كَثِيراً مِّنْ الْخُلَطَاء لَيَبْغِي بَعْضُهُمْ عَلَى بَعْضٍ إِلَّا الَّذِينَ آمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ وَقَلِيلٌ مَّا هُمْ. ﴿٢٤﴾
Firman Allah Ta’ala: “Dan Sesungguhnya kebanyakan dari orang-orang yang berserikat itu sebahagian mereka berbuat zalim kepada sebahagian yang lain, kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal yang saleh; dan amat sedikitlah mereka ini.” (QS. Shaad: 24)
Dan firman-Nya pula:

فَإِن كَانُوَاْ أَكْثَرَ مِن ذَلِكَ فَهُمْ شُرَكَاء فِي الثُّلُثِ ﴿١٢﴾
Maka mereka bersekutu dalam yang sepertiga itu.” (QS. An-Nisa’: 12)
Kedua ayat di atas menunjukkan perkenanan dan pengakuan Allah akan adanya perserikatan dalam kepemilikan harta. Hanya saja dalam surat An-Nisa’ ayat 12 perkongsian terjadi secara otomatis karena waris, sedangkan dalam surat Shaad ayat 24 terjadi atas dasar akad (transaksi).
2. Hadits
عن أبى هريرة رفعه الى النبي ص.م .قال: ان الله عزوجل يقول: أنا ثالث الشريكين مالم يخن أحدهما صاحبه فإذا خانه خرجت من بينهما
Dari Abu Hurairah, Rasulullah bersabda: “Sesungguhnya Allah azza wa jalla berfirman: “Aku pihak ketiga dari dua orang yang berserikat selama salah satunya tidak mengkhianati pihak lainnya. Kalau salah satunya berkhianat, Aku keluar dari keduanya.” (HR. Abu Daud no.3383, dan Al-Hakim no.2322).
3. Ijma’
Ijma’ ulama mengatakan, bahwa muslimin telah berkonsensus akan legitimasi syarikah secara global, walaupun perbedaan pendapat dalam beberapa elemen dari padanya. Maka secara tegas dapat dikatakan bahwa kegitan syirkah dalam usaha diperbolehkan dalam islam, sebagai dasar hukumnya telah jelas dan tegas.
Ibnu Qudamah dalam kitabnya, al-Mughni, telah berkata, “Kaum muslimin telah berkonsensus terhadap legitimasi musyarakah secara global walaupun terdapat perbedaan dalam beberapa elemen darinya.


C.    Rukun dan Syarat Syirkah 

Rukun syirkah adalah sesuatu yang harus ada ketika syirkah itu berlangsung. Ada perbedaan terkait dengan rukun syirkah. Menurut ulama Hanafiyah rukun syirkah hanya ada dua yaitu ijab (ungkapan melakukan penawaran perserikatan) dan kabul (ungkapan penerimaan perserikatan), istilah ijab dan kabul sering disebut dengan serah terima. Jika ada yang menambahkan selain ijab dan kabul dalam rukun syirkah seperti adanya kedua orang yang berakad dan objek akad menurut Hanafiyah itu bukan termasuk rukun tetapi termasuk syarat.
Syarat-syarat yang berhubungan dengan syirkah menurut Hanafiyah dibagi menjadi empat bagian, sebagai berikut.
1.      Sesuatu yang bertalian dengan semua bentuk syirkah, baik dengan harta maupun dengan yang lainnya. Dalam hal ini terdapat dua syarat, yaitu; a) berkenaan dengan benda, maka benda yang diakadkan harus dapat diterima sebagai perwakilan, dan b) berkenaan dengan keuntungan, yaitu pembagian keuntungan harus jelas dan dapat diketahui dua pihak.
2.      Semua yang bertalian dengan syirkah mâl. Dalam hal ini terdapat dua perkara yang harus dipenuhi, yaitu; a) bahwa modal yang dijadikan objek akad syirkah adalah dari alat pembayaran (nuqud), seperti junaih, riyal dan rupiah, dan b) benda yang dijadikan modal ada ketika akad syirkah dilakukan, baik jumlahnya sama maupun berbeda.
3.      Sesuatu yang bertalian dengan syirkah mufawadhah, bahwa disyaratkan; a) modal (harta pokok) harus sama,
 b) orang yang bersyirkah adalah ahli untuk kafalah
c) orang yang dijadikan objek akad, disyaratkan melakukan syirkah umum, yakni pada semua macam jual beli atau perdagangan.
4.      Adapun syarat yang bertalian dengan syirkah ‘inan sama dengan syarat syirkah mufâwadhah.
5.      Menurut Malikiyah, syarat-syarat yang bertalian dengan orang yang melakukan akad ialah merdeka, baligh, dan pintar (rusyd). Imam Syafi’i berpendapat bahwa syirkah yang sah hukumnya hanyalah syirkah ‘inan, sedangkan syirkah yang lainnya batal. Akad syirkah ada kalanya hukumnya shahih ataupun fasid. Syirkah fasid adalah akad syirkah di mana salah satu syarat yang telah disebutkan tidak dipenuhi, jika semau syarat sudah terpenuhi maka syirkah dinyatakan shahih.[10]


D.    Macam-Macam Syirkah
1.      Syirkah Amlâk (Hak Milik)
Yaitu perserikatan dua orang atau lebih yang dimiliki melalui transaksi jual beli, hadiah, warisan atau yang lainnya. Dalam bentuk syirkah seperti ini kedua belah pihak tidak berhak mengusik bagian rekan kongsinya, ia tidak boleh menggunakannya tanpa seijin rekannya. Menurut Sayyid Sabiq, yang dimaksud dengan syirkah amlâk adalah bila lebih dari satu orang memiliki suatu jenis barang tanpa akad baik bersifat ikhtiâri atau jabari.
Syirkah milk juga dibagi menjadi menjadi dua yaitu:
a.      Syirkah milk jabr, ialah berkumpulnya dua orang atau lebih dalam pemilikan suatu benda secara paksa
b.      Syirkah milk al-ikhtiyar, ialah ibarat kesepakatan dua orang atau lebih untuk menyerahkan harta mereka masing-masing supaya memperoleh hasil dengan cara mengelola harta itu, bagi setiap yang berserikat memperoleh bagian yang ditentukan dari keuntungan.
Syirkah milk tercipta karena warisan, wasiat atau kondisi lain yang mengakibatkan pemilikan satu aset oleh dua orang atau lebih. Dalam musyarakah ini, kepemilikan dua orang atau lebih terbagi dalam dua aset nyata dan berbagi dari keuntungan yang dihasilkan aset tersebut.
Misalnya: Si A dan si B diberi wasiat atau hadiah berupa sebuah mobil oleh seseorang dan keduanya menerimanya, atau membelinya dengan uang keduanya, atau mendapatkannya dari hasil warisan, maka mereka berdua berserikat dalam kepemilikan mobil tersebut.
2.      Syirkah Uqûd (Transaksional/kontrak)
Yaitu akad kerja sama antara dua orang yang bersekutu dalam modal dan keuntungan, artinya kerjasama ini didahului oleh transaksi dalam penanaman modal dan kesepakatan pembagian keuntungan. Misalnya, dalam transaksi jual beli atau lainnya. Bentuk syirkah seperti inilah yang hendak kami bahas dalam tulisan kali ini. Dalam syirkah seperti ini, pihak-pihak yang berkongsi berhak menggunakan barang syirkah dengan kuasa masing-masing. Dalam hal ini, seseorang bertindak sebagai pemilik barang, jika yang digunakan adalah miliknya. Dan sebagai wakil, jika barang yang dipergunakan adalah milik rekannya.

Macam-Macam Syirkah Uqûd (Transaksional/kontrak)
Berdasarkan penelitian para ulama fikih terdahulu terhadap dalil-dalil syar’i, bahwa di dalam Islam terdapat lima macam syarikah, yaitu:[14]
a.       syirkah al-‘inân
Yaitu penggabungan harta atau modal dua orang atau lebih yang tidak selalu sama jumlahnya. Boleh satu pihak memiliki modal lebih besar dari pihak yang lain.
Sementara itu, Ibn Qudamah sebagaimana dikutip oleh Muhammad Abdurrahman Sadique menyebutkan bahwa syirkah al-‘inân adalah kerjasama dua orang atau lebih dalam hal modal yang dilaksanakan oleh mereka yang berserikat dalam hal modal tersebut sementara hasilnya dibagi bersama.
Keuntungan dibagi dua sesuai presentase yang telah disepakati maupun kerugiannya. Sesuai dengan kaidah:
الربح على ما شرطا والوضيعة على قدر ما لين
Artinya: “keuntungan dibagi sesuai kesepakatan dan kerugian ditanggung sesuai dengan modal masing-masing”.
Dan hukum syirkah ini diperbolehkan berdasarkan konsensus para ulama, sebagaimana dinyatakan oleh Ibnu al-Mundzir.
Contoh syirkah inân: A dan B pengrajin atau tukang kayu. A dan B sepakat menjalankan bisnis dengan memproduksi dan menjualbelikan meubel. Masing-masing memberikan konstribusi modal sebesar Rp.50 juta dan keduanya sama-sama bekerja dalam syirkah tersebut. Dalam syirkah ini, disyaratkan modalnya harus berupa uang (nuqûd); sedangkan barang (‘urûdh), misalnya rumah atau mobil, tidak boleh dijadikan modal syirkah, kecuali jika barang itu dihitung nilainya pada saat akad.
Keuntungan didasarkan pada kesepakatan, sedangkan kerugian ditanggung oleh masing-masing mitra usaha (syarîk) berdasarkan porsi modal. Jika, misalnya, masing-masing modalnya 50%, maka masing-masing menanggung kerugian sebesar 50%. sebagaimana kaidah fikih yang berlaku, yakni (Ar-Ribhu ‘Alâ mâ Syarathâ wal Wadhii’atu ‘Alâ Qadril Mâlain).
Diriwayatkan oleh Abdur Razaq dalam kitab Al-Jâmi’, bahwa Ali bin Abi Thalib radhiyallahu ‘anhu pernah berkata, “Kerugian didasarkan atas besarnya modal, sedangkan keuntungan didasarkan atas kesepakatan mereka (pihak-pihak yang bersyirkah).
b.      syirkah al-abdân
Yaitu perserikatan dalam bentuk kerja yang hasilnya dibagi bersama sesuai dengan kesepakatan, tanpa konstribusi modal (mâl), seperti kerja sama sesama dokter di klinik, tukang besi, kuli angkut atau sesama arsitek untuk menggarap sebuah proyek, atau kerja sama dua orang penjahit untuk menerima order pembuatan seragam sekolah dan sebagainya.
Kerja sama semacam ini dibolehkan menurut kalangan Hanafiyah, Malikiyah, dan Hanabilah, namun imam Syafi’i melarangnya.[16]
Contohnya: A dan B. keduanya adalah nelayan, bersepakat melaut bersama untuk mencari ikan. Mereka sepakat pula, jika memperoleh ikan dan dijual, hasilnya akan dibagi dengan ketentuan: A mendapatkan sebesar 60% dan B sebesar 40%.
Syirkah ‘abdân hukumnya boleh berdasarkan dalil as-Sunnah. Dari Abdullah binMas’ud radhiyallahu anhu, ia berkata, “Aku pernah berserikat dengan Ammar bin Yasir dan Sa’ad bin Abi Waqash mengenai harta rampasan perang pada Perang Badar. Sa’ad membawa dua orang tawanan, sementara aku dan Ammar tidak membawa apa pun.” (HR. Abu Dawud, An-Nasa’i dan Ibnu Majah)
c.       syirkah al-mudârabah
            Yaitu, persetujuan seseorang sebagai pemilik modal (investor) menyerahkan sejumlah modal kepada pihak pengelola (mudhârib) dalam suatu perdagangan tertentu yang keuntungannya dibagi sesuai dengan kesepakatan bersama. Adapun kerugiannya ditanggung oleh pemilik modal saja.
Menurut jumhur ulama (Hanafiyah, malikiyah, Syafi’iah, Zahiriyah, dan Syiah Imamiyah) tidak memasukkan transaksi mudharabah sebagai salah satu bentuk perserikatan, karena mudharabah menurut mereka merupaka akad tersendiri dalam bentuk kerja sama yang lain yang tidak dinamakan dengan perserikatan.
Syarat-syarat mudârabah antara lain:
1.      modal harus dinyatakan dengan jelas mengenai jumlahnya
2.      modal harus diserahkan kepada mudârib untuk memungkinkannya melakukan usaha
3.      modal harus dalam bentuk tunai bukan utang
4.      pembagian keuntungan harus dinyatakan dalam persentase dari keuntungan yang mungkin dihasilkan nanti
5.      kesepakatan ratio persentase harus dicapai melalui negosiasi dan dituangkan dalam kontrak
6.      pembagian keuntungan baru dapat dilakukan setelah mudârib mengembalikan seluruh atau sebagian modal kepada shahib a-mâl
d.      syirkah al-wujûh
Yaitu kerja sama antara dua orang atau lebih yang memiliki reputasi dan nama baik serta ahli dalam bisnis atau perserikatan tanpa modal. Mereka membeli barang secara kredit (hutang) dari suatu perusahaan dan menjual barang tersebut secara tunai, lalu keuntungan yang didapat dibagi bersama atas dasar kesepakatan di antara mereka.
e.              syirkah al-mufâwadhah.
Yaitu kerja sama antara dua orang atau lebih. Setiap pihak memberikan suatu porsi dari keseluruhan dana dan berpartisipasi dalam kerja. Setiap pihak membagi keuntungan dan kerugian secara sama.
E.     Hal –Hal Yang Membatalkan Syirka
1.            Sebab-Sebab Yang Membatalkan Syirkah Secara Umum
a.      pembatalan oleh salah seorang anggota serikat. Hal tersebut dikarenakan akad syirkah merupakan akad yang jâiz dan ghair lâzim, sehingga memungkinkan untuk di-fasakh.
b.      meninggalnya salah seorang anggota serikat.
c.       murtadnya salah seorang anggota serikat dan berpindah domisilinya ke darul harb. Hal ini disamakan dengan kematian.
d.      gilanya peserta yang terus-menerus, karena gila menghilangkan status wakil dari wakâlah, sedangkan syirkah mengandung unsur wakâlah.
2.            Sebab yang membatalkan syirkah secara khusus
a.      Rusaknya harta syirkah seluruhnya atau harta salah seorang anggota serikat sebelum digunakan untuk membeli dalam syirkah amwâl
b.      Tidak terwujudnya persamaan modal dalam syirkah mufâwadhah ketika akad akan dimulai. Hal tersebut karena adanya persamaan antara modal pada permulaan akad merupakan syarat yang penting untuk keabsahan akad.

2.4  BANK

A.    Pengertian Bank Syariah
            Bank syariah adalah suatu bank yang dalam aktivitasnya; baik dalam penghimpunan dana maupun dalam rangka penyaluran dananya memberikan dan mengenakan imbalan atas dasar prinsip syariah.
            Pada dasarnya ketiga fungsi utama perbankan (menerima titipan dana, meminjamkan uang, dan jasa pengiriman uang) adalah boleh dilakukan, kecuali bila dalam melaksanakan fungsi perbankan melakukan hal – hal yang dilarang syariah. Dalam praktik perbankan konvesional yang dikenal saat ini, fungsi tersebut dilakukan berdasarkan prinsip bunga. Bank konvensional memang tidak serta merta identik dengan riba, namun kebanyakan praktik bank konvnsionaldapat digolonglan sebagai transaksi ribawi.

B.      Konsep Dasar Transaksi
  1. Efisiensi, mengacu pada prinsip saling menolong untuk berikhtiar, dengan tujuan mencapai laba sebesar mungkin dan biaya yang dikeluarkan selayaknya.
  2. Keadilan, mengacu pada hubungan yang tidak menzalimi (menganiaya) , saling ikhlas mengikhlaskan antar pihak – pihak yang terlibat dengan persetujuan yang adil tentang proporsi bagi hasil, baik untung maupun rugi.
  3. Kebenaran, mengacu pada prinsip saling menawarkan bantuan dan nasehat untuk saling meningkatkan produktivitas.
d.      Lima transaksi yang lazim dipraktekkan perbankan syariah adalah:
  1. Tarnsaksi yang tidak mengandung ribal.
  2. Transaksi yang ditujukan untuk memiliki barang dengan cara jual beli(murabaha)
  3. Transaksi yang ditujukan untuk mendapatkan jaa dengan cara sewa(ijarah)
  4. Transaksi yang ditujukan untuk mendapatkan modal kerja dengan cara bagi hasil (mudharabah)
  5. Transaksi deposito, tabungan, giro yang imbalannya adlah bagi hasil (mudharabah) dan transaksi titipan(wadi’ah).


C.    Produk Perbankan Syariah
            Produk perbankan syariah dapat dibagi menjadi tiga bagian yaitu:
         Produk penyaluran dana
         Produk penghimpunan dana
         Produk yang berkaitan dengan jasa yang diberikan kepada nasabahnya.

1. Produk penyaluran dana
a.              Prinsip Jual Beli (Ba’i)
            Transaksi jual beli dibedakanberdasar4kan bentuk pembayarannya dan waktu penyerahan barang, seperti:
          Pembiayaan Murabahah
Murabahah adalah transaksi jual beli di mana bank menyebut jumlah
keuntungannya. Bank bertindak sebagai penjual, sementara nasabah sebagai pembeli. Harga jual adalah harga beli bank dari pemasok ditambah keuntungan. Kedua pihak harus menyepakati harga jual dan jangka waktu pembayaran. Harga jual dicantumkan dalam akad jual beli dan jika telah disepakati tidak dapat berubah selama berlakunya akad. Dalam perbankan, murabahah lazimnya dilakukan dengan cara pembayaran cicilan (bi tsaman ajil). Dalam transaksi ini barang diserahkan segera setelah akad, sedangkan pembayaran dilakukan secara tangguh.
         Salam
Salam adalah transaksi jual beli di mana barang yang diperjualbelikan belum ada. Dalam praktik perbankan, ketika barang telah diserahkan kepada bank, maka bank akan menjualnya kepada nasabah itu sendiri secara tunai atau secara angsuran. Umumnya transaksi ini diterapkan dalam penbiayaan barang yang belum ada, seperti pembelian komoditi dijual kembali secara tunai atau secara cicilan.
         Istishna
Produk istishna menyerupai produk salam, namun dalam istishna pembayarannya dapat dilakukan oleh bank dalam beberapa kali (termin) pembayaran. Skim istishna dalam bank syariah umumnya diaplikasikan pada pembiayaan manufaktur dan kontruksi. Ketentuan umum Istishna sebagai berikut :
Spesifikasi barang pesanan harus jelas, seperti jenis, macam, ukuran, mutu, dan jumlah. Harga jual yang disepakati dicantumkan dalam akad Istishna dan tidak boleh berubah selama berlakunya akad. Jika terjadi perubahan harga setelah akad ditandatangani, maka seluruh biaya tambahan tetap ditanggung nasabah.
b.             Prinsip Sewa (Ijarah)
            Transaksi ijarah dilandasi adanya perpindahan manfaat. Jadi pada dasarnya prinsip ijarah sama saja dengan prinsip jual beli, namun perbedaanya terletak pada objek transaksinya. Bila pada jual beli objek transaksinya adalah barang, maka pada ijarah objek transaksinya adalah jasa.
            Pada akhir masa sewa, bank dapat saja menjual barang yang disewakan kepada nasabah. Karena itu dalam perbankan syariah dikenal dengan ijarah muntahiya nittamlik (sewa yang diikuti dengan berpindahnya kepemilikan). Harga sewa dan harga jual disepakati pada awal perjanjian.
c.              Prinsip Bagi Hasil (Syirkah)
            Produk pembiayaan syariah yang didasarkan pada prinsip bagi hasil adalah:
1)      Musyarakah
Musyarakah adalah semua bentuk usaha yang melibatkan dua pihak atau lebih dimana secara bersama – sama memadukan seluruh bentuk sumber daya baik yang berwujud maupun tidak berwujud. Bentuk kontribusi dari pihaki yang bekerja sama dapat berupa dana, barang perdagangan (trading asset), kewiraswastaan (entrepreneurship), keahlian (skill), kepemilikan (property), peralatan (equipment), atau intangible asset( seperti hak paten atau goodwill), kepercayaan/reputasi (credit worthiness) dan barang – barang lainnya yang dapat dinilai dengan uang. Dengan merangkum seluruh kombinasi dari bentu kontribusi masing – masing pihak dengan atau tanpa batasan waktu menjadikan produk ini sangat fleksibel.
2)      Mudharabah
Mudharabah adalah bentuk kerjasama antara dua atau lebih pihak dimana pemilik modal mempercayakan seju7mlah modal kepada pengelola dengan suatu perjanjian pembagian keuntungan. Bentuk ini menegaskan kerjasama dengan kontribusi 100% modal dari pemilik modal dan keahlian dari pengelola. Beberapa ketentuan umum mudharabah adalah;
a.       Jumlah modal y6ang diserahkan kepada nasabah selaku pengelola modal harus diserahkan tunai;
b.      Hasil dari pengelolaan modal pembiayaan mudharabah dapat diperhitungkan dengan dua cara: perhitungan dari pendapatan proyek (revenue sharing) dan perhitungan dari keuntungan proyek (profit loss sharing).
c.       Hasil usaha dibagi sesuai dengan persetujuan dalam akad pada setiap bulan atau waktu yang disepakati.
d.      Bank berhak melakukan pengawasan terhadap pekerjaan, namun tidak berhak mencampuri urusan pekerjaan/usaha nasabah.

d.             Akad Pelengkap
            Untuk mempermudah pelaksanaan pembiayaan, biasanya diperlukan juga akad pelengkap. Akad pelengkap ini tidak ditujukan untuk mencari keuntungan, namun ditujukan untuk mempermudah pelaksanaan pembayaran. Meskipun tidak ditujukan untuk mencari keuntungan, dalam akad pelengkap ini diperbolehkan untuk meminta pengganti biaya – biaya yang dikeluarkan untuk melaksanakan akad ini. Besarnya pengganti biaya ini sekadar untuk menutupi biaya yang benar – benar timbul.
1.       Hiwalah ( Alih Utang Piutang)
Hiwalah adalah transaksi mengalihkan utang piutang. Dalam praktik perbankan syariah, fasilitas hiwalah lazimnya untuk melanjutkan suplier mendapatkan modal tunai agar dapat melanjutkan produksinya. Bank mendapatkan ganti biaya atas jasa pemindahan piutang.
2.      Rahn (Gadai)
Tujuan akad rahn adalah memberikan jaminan pembayaran kembali kepada bank dalam memberikan pembiayaan. Barang yang digadaikan wajib memenuhi kriteria sebagai berikut :
a.       Milik nasabah sendiri,
b.      Jelas ukuran, sifat, dan nilainya ditentukan berdasarkan nilai riil pasar,
c.       Dapat dikuasai namun tidak boleh dimanfaatkan oleh bank.
d.      Atas izin bank, nasabah dapat menggnakan barang tertentu yang digadaikan dengan tidak mengurangi nilai dan merusak barang yang digadaikan. Apabila barang yang digadaikan rusak atau cacat, maka nasabah harus bertanggungjawab.
3.      Qardh
Qardh adalah pinjaman uang. Aplikasi qardh dalam perbankan biasanya dalam empat hal yaitu:
  Sebagai pinjaman talangan haji, diman nasabah calon haji diberikan pinjaman talangan untuk memenuhi syarat penyetoran biaya perjalanan haji.
  Sebagai pinjaman tunai (cash advance) dari produk kartu kredit syariah, dimana nasabah diberi keleluasaan untuk menarik uang tunai melalui8 bank (ATM). Nasabah akan mengembalikannya sesuai waktu yang ditentukan.
  Sebagai pinjaman kepada pengusaha kecil, di mana menurut perhitungan bank akan memberatkan si pengusaha bila diberikan pembiayaan dengan skema jual beli, ijarah, atau bagi hasil.
  Sebagai pinjaman kepada pengurus bank, dimana bank menyediakan fasilitas ini untuk memastikan terpenuhinya kebutuhan pengu7rus bank. Pengurus bank akan mengembalikannya secara angsur melalui potongan gajinya.
4.      Wakalah (Perwakilan )
Wakalah dalam aplikasi perbankan terjadi apabila nasabah memberikan kuasa pada bank untuk mewakili dirinya melakukan pekerjaan jasa tertentu, seperti pembukuan L/C (Letter of Credit), inkaso dan transfer uang.
5.      Bank dan nasabah yang dicantumkan dalam akad pemberian kuasa harus cakap hukum. Khusus untuk pembukuan L/C, apabila dana nasabah tidak cukup, maka penyelesaian L/C (settlement L/C) dapat dilakukan dengan pembiayaan murabahah, salam, ijarah, mudharabah, atau musyarakah. 
6.       Kafalah (Garansi Bank)
Garansi bank dapat diberikan dengan tujuan untuk mrnjamin suatu kewajiban pembayaran. Bank dapat mempersyaratkan nasabah untuk menempatkan sejumlah dana untuk fasilitas ini sebagai rahnb. Bank dapat pula menerima dana tersebut dengan prinsip wadi’ah. Bank mendapatkan pengganti biaya atas jasa yang diberikan.

2. Produk Penghimpunan Dana
            Penghimpunan dana di Bank Syariah dapat berbentuk giro, tabungan, dan deposito. Prinsip operasional syariah yang diterapkan dalam penghimpunan dana masyarakat adalah prinsip wadi’ah dan mudharabah.
a. Prinsip Wadi’ah
Ketentuan umum dari produk ini adalah :
a)      Keuntungan atau kerugian dari penyaluran dana menjadi hak milik atau ditanggung bank, sedang pemilik dana tidak dijanjikan imabalan dan tidak menanggung kerugian. Bank dimungkinkan memberi bonus kapada pemilik dana sebagai suatu insentif untuk menarik dana masyarakat namun tidak boleh diperjanjikan di muka.
b)      Bank harus membuat akad pembukaan rekening yang isinya mencakup izin penyaluran dana yang disimpan dan persyaratan lain yang disepakati selama tidak bertentangan dengan prinsip syariah. Khusus bagi pemilik rekening giro, bank dapat memberikan buku cek, bilyet giro, dan debit card.
c)      Terhadap pembukaan rekening ini bank dapat mengenakan pengganti biaya administrasi untuk sekadar menutupi biaya yang benar – benar terjadi.
d)     Ketentuan – ketentuan lain yang berkaitan dengan rekening giro dan tabungan berlaku selama tidak bertentangan dengan prinsip syariah.
b. Prinsip Mudharabah
  Mudharabah Mutlaqah
Penerapan mudharabah mutlaqah dapat berupa tabungan dan deposito sehingga terdapat dua jenis penghimpunan dana, yaitu tabungan mudharaba dan deposito mudharabah. Berdasarkan prinsip ini, tidak ada pembatasan bagi bank dalam menggunakan dana yang dihimpun.
  Mudharabah Muqayyadah on Balance sheet
Jenis mudharabah ini merupakan simpanan khusus (restricted investment) di mana pemilik dana dapat menetapkan syarat – syarat tertentu yang harus dipenuhi bank. Misalnya disyaratkan digunakan untuk bisnis tertentu, disyaratkan digunakan deangan akad tertentu, atau disyaratkan digunakan untuk nasabah tertentu.
  Mudharabah Muqayyadah off Balance sheet
Jenis mudharabah ini merupakan penyaluran dana mudharabah langsung kepada pelaksana usahanya, di mana bank bertindak sebagai perantara (arranger) yang mempertemukan antara pemilik dana dengan pelaksana usaha. Pemilik dana dapat menetapkan syarat – syarat tertentu yang harus dipenuhi oleh bank dalam mencari kegiatan usaha yang akan dibiayai dan pelaksanaan usahanya.
c. Akad Pelengkap
  Wakalah (perwakilan)
Dalam aplikasi perbankan, wakalah terjadi apabila nasabah memberikan kuasa kepada bank untuk mewakili dirinya melakukan pekerjaan jasa tertentu, seperti inkaso dan transfer uang.
3. Jasa Perbankan
a.       Sharf (Jual Beli Valuta Asing)
Pada prinsipnya, jual beli valuta asing sejalan dengan prinsip sharf. Jual beli mata uang yang tudak sejenis ini penyerahannya harus dilaksanakan pada waktu yang sama (spot). Bank mengambil keuntungan dari jual beli valuta asing ini.
b.      Ijarah (sewa)
Jenis kegiatan ijarah antara lain penyewaan kotak simpanan (safe deposit box) dan jasa tata laksana administrasi dokumen (custodian). Bank dapat imbalan sewa dari jasa tersebut.

E. Keunggulan Bank Syariah
a.       Dengan adanya negosiasi antara pihak nasabah dengan pihak bank, tercapai suatu halyang saling menguntungkan.
b.      Dengan prinsip bagi hasil, jika perusahaan ingin menaikkan usahanya namun kekurangan modal, maka dapat mengajukan kredit dengan baik, sehingga dapat menerima modal dan juga resiko yang ada lebih rendah daripada dengan pinjaman kredit biasanya.
c.       Dapat mendorong para pengusaha kecil untuk mengembangkan usahanya dengan baik, dengan adanya bantuan dari pihak bank.
d.      Resiko kerugian lebih kecil dengan menggunakan prinsip ini. Karena apabila mengalami kerugian, maka dibagi menurut perjanjian yang dibuat.
e.       Pihak bank akan mendapatkan banyak nasabah dengan menggunakan prinsip ini, karena adanya kemudahan – kemudahan (misalnya tanpa agunan) yang diberikan oleh bank dan juga akan menaikkan keuntungan yang besarnya sesuai dengan perjanjian yang dilakukan.



2.5  PRINSIP DAN KONSEP BANK ISLAM

KONSEP DASAR BANK INDONESIA
A.        Prinsip-prinsip Bank Islam
Visi perbankan Islam umumnya adalah menjadi wadah terpercaya bagi masyarakat yang ingin melakukan investasi dengan sistem bagi hasil secara adil sesuai prinsip syariah. Memenuhi rasa keadilan bagi semua pihak dan memberikan maslahat bagi masyarakat luas adalah misi utama perbankan islam.
Dengan landasan falsafah dasar sistem ekonomi islam dan dengan visi misi tersebut diatas, maka setiap kelembagaan keuangan syariah akan menerapkan ketentuan-ketentuan sebagai berikut.
1.      Menjauhkan Diri dari Kemungkinan Adanya Unsur Riba
a.       Menghindari penggunaan system yang menetapkan dimuka suatu hasil usaha, seperti penetapan bunga simpanan atau bunga pinjaman yang dilakukan pada bank konvensional.
b.      Menghindari penggunaan sistem presentasi biaya terhadap utang atau imbalan terhadap simpanan yang mengandung unsur melipatgandakan secara otomatis utang/simpanan tersebut hanya karena berjalannya waktu.
c.       Menghindari penggunaan sistem perdagangan/penyewaan barang ribawi dengan imbalan barang ribawi lainnya ( barang yang sama dan sejenis, seperti uang rupiah yang masih berlaku ) dengan memperoleh, kelebihan baik kuantitas maupun kualitas.
d.      Menghindari penggunaan sistem yang menetapkan dimuka tambahan atas uang yang bukan atas prakarsa yang mempunyai utang secara sukarela, seperti penetapan bunga pada bank konvensional.
2.      Menerapkan Prinsip Sistem Bagi Hasil dan Jual-Beli
Dengan mengacu kepada petunjuk Al-Qur’an, QS. Al-Baqarah (2): 275 dan surat an-Nisaa (4): 29 yang intinya  Allah SWT telah menghalalkan jual-beli dan mengharamkan riba serta suruhan untuk menempuh jalan perniagaan dengan suka sama suka, maka setiap transaksi kelembagaan ekonomi islami harus selalu dilandasi atas dasar sistem bagi hasil dan perdagangan atau yangtransaksinya didasari oleh adanya pertukaran antara uang dengan barang/jasa. Akibatnya pada kegiatan muamalah berlaku prinsip “ ada barang/jasa dulu baru ada uang “, sehingga akan mendorong produksi barang/jasa, mendorong kelancaran arus barang/jasa, dapat menghindari adanya penyalahgunaan kredit, spekulasi dan inflasi.
Dalam operasinya, pada sisi pengerahan dana masyarakat lembaga ekonomi Islam menyediakan sarana investasi bagi penyimpanan dana dengan sistem bagi hasil dan pada sisi penyaluran dana masyarakat menyedisksn fasilitas pembiayaan investasi dengan sistem bagi hasil serta pembiayaan perdagangan.
a.       Investasi bagi penyimpan dana berarti nasabah yang menyimpanan dananya pada  bank ini (tabungan mudharabah atausimpanan  mudharabah) dianggap sebagai penyedia dana ( rabbul mal) akan memperoleh hak bagi hasil dari usaha bank sebagai pengelola dana ( mudharib ) yang sifat hasilnya tidak tetap dan tidak pasti sesuai dengan besar kecilnya hasil usaha bank. Bagi hasil yang diterima penyimpanan dana biasanya dihitung sesuai dengan lamanya dana tersebut mengendap dan dikelola oleh bank, bias satu tahun, bias satu bulan, bias satu minggu, bahkan bias satu hari.
b.      Pembiayaan investasi ialah pembiayaan baik sepenuhnya ( al-mudharabah ) atau sebagian ( al-musyarakah ) terhadap suatu usaha yang tidak berbentuk saham. Dana yang ditempatkan , sepenuhnya maupun yang sebagian itu tetap menjadi milik bank sehingga pada waktu berakhirnya kontrak, bank berhak memperoleh bagi hasil dari usaha itu sesuai dengan kesepakatan.
c.       Pembiayaan Mudharabah.

B.         Bunga Bank Dan Riba
Untuk mendudukkan kontroversi bunga bank dan riba secara tepat diperlukan pemahaman yang mendalam, baik tentang seluk-beluk bunga maupun dari akibat yang ditimbulkan oleh dibiarkannya berlaku sistem bunga dalam perekonomian dan dengan membaca tandaar-tanda serta arah yang dimaksud dengan riba dalam Al-Qur’an dan Hadits.

  1.      Tentang Bunga Bank
a.       Definisi bunga :
1)      The American Heritage Dictionary of the English Language
Interst is a charge for a financial loan, usually a percentage of the amount loaned.
2)      Kamus Ekonomi ( inggris-Indonesia ), Prof. Dr. Winardi, SE. :
Interest ( net ) – bunga modal ( netto ). Pembayaran untuk penggunaan dana-dana. Diterangkan dengan macam-macam cara, misalnya :
a)      Balas jasa untuk pengorbanan konsumsi atas pendapatan yang dicapai pada waktu sekarang ( contoh : teori abstinence ),
b)      Pendapatan-pendapatan orang yang berbeda mengenai preferensi likuiditas yang menyesuaikan harga,
c)      Harga yang mengatasi terhadap masa sekarang atas masa yang akan datang ( teori preferensi waktu )
d)     Pengukuran produktivitas macam-macam investasi ( efisiensi marginal modal ),
e)      Harga yang menyesuaikan permintaan dan penawaran akan dana-dana yang dipinjamkan ( teori dana yang dipinjamkan).
3)      Dictionary of Economics, Sloan dan Zurcher :
Interest yaitu  sejumlah uang yang dibayar atau untuk penggunaan modal. Jumlah tersebut, misalnya dinyatakan dengan satu tingkat atau presentasi modal yang bersangkut paut dengan itu yang dinamakan suku modal.
b.      Beberapa pendapat umum yang menganggap bunga bank tidak sama dengan riba :
1)      Dalam keadaan-keadaan darurat, bunga halal hukumnya.
2)      Hanya bunga yang berlipat ganda saja yang dilarang, adapun suku bunga yang “wajar” dan tidak menzalimi diperkenankan.
3)      Keuangan bank, demikian juga Lembaga Keuangan Bukan Bank sebagai “lembaga hokum” tidak termasuk dalam territorial hokum taklif.
4)      Hanya kredit yang bersifat konsumtif saja yang pengambilan bunganya dilarang, adapun yang produktif tidak demikian ( the productivity theory of interest )
5)      Bunga yang diberikan sebagai ganti rugi ( opportunity cost ) atas hilangnya “kesempatan” untuk memperoleh keuntungan dari pengelolaan dana tersebut ( the classical theory of interest ).
6)      Uang dapat dianggap sebagai komuditi sebagaimana barang-barang lainnya, sehingga dapat disewakan atau diambil upah atas penggunaannya ( the monetary of interest ).
7)      Uang diberikan untuk mengimbangi laju inflasi yang mengakibatkan menyusutnya nilai uang atau daya beli uang itu.
8)      Jumlah uang pada masa kini mempunyai nilai yang lebih tinggi dari jumlah yang sama pada suatu masa nanti, oleh karena itu bunga diberikan untuk mengimbangi “penurunan” nilai atau daya beli uang ini ( time preference of money theory ).
9)      Bunga diberikan sebagai imbalan atas pengorbanan/pematangan penggunaan pendapat yang diperoleh ( the abstinence theory of  interest ).









2.      Tentang Riba
a.       Definisi Riba
Menurut ensiklopedi Islam Indonesia, yang disusun oleh Tim Penulis IAIN Syarif Hidayatullah.
Ar-Riba atau ar-Rima makna asalnya ialah tambah, tumbuh dan subur. Adapun pengertian tambah dalam konteks riba ialah tambahan uang atas modal yang diperoleh dengan cara yang tidak dibenarkan syara, apakah tambahan itu berjumlah sedilit maupun berjumlah banyak, seperti yang diisyaratkan dalam Al-Qur’an.
Riba sering diterjemahkan orang dalam bahasa Inggris sebagai “usury” yang artinya dalam The American Heritage Dictionary of the English Language, adalah :
1)      The act of lending money at an exorbitant or illegal rate of interest,
2)      Such of an excessive rate of interest,
3)      Archaic ( tidak dipakai lagi, kuno, kolot, lama ). The act or practice of lending money at any rate of interest,
4)      Aw. Obsolete ( using, tidak dipakai, kuno ). Interest charged or paid on such a loan.

3                    KOPERASI
Koperasi adalah badan usaha yang beranggotakan orang-orang atau badan hukum koperasi dengan melandaskan kegiatannya berdasarkan prinsip koperasi sekaligus sebagai gerakan ekonomi rakyat yang berdasarkan asas kekeluargaan. Koperasi bertujuan untuk menyejahterakan anggotanya.
Berdasarkan pengertian tersebut, yang dapat menjadi anggota koperasi yaitu:
a)      Perorangan, yaitu orang yang secara sukarela menjadi anggota koperasi;
b)      Badan hukum koperasi, yaitu suatu koperasi yang menjadi anggota koperasi yang memiliki lingkup lebih luas.
Pada Pernyataan Standard Akuntansi Keuangan (PSAK) No. 27 (Revisi 1998), disebutkan bahwa karateristik utama koperasi yang membedakan dengan badan usaha lain, yaitu anggota koperasi memiliki identitas ganda. Identitas ganda maksudnya anggota koperasi merupakan pemilik sekaligus pengguna jasa koperasi.
Umumnya koperasi dikendalikan secara bersama oleh seluruh anggotanya, di mana setiap anggota memiliki hak suara yang sama dalam setiap keputusan yang diambil koperasi. Pembagian keuntungan koperasi (biasa disebut Sisa Hasil Usaha atau SHU) biasanya dihitung berdasarkan andil anggota tersebut dalam koperasi, misalnya dengan melakukan pembagian dividen berdasarkan besar pembelian atau penjualan yang dilakukan oleh si anggota.
Bung Hatta dalam buku Membangun Koperasi dan Koperasi Membangun mengkategorikan social capital ke dalam 7 nilai sebagai spirit koperasi. Pertama, kebenaran untuk menggerakkan kepercayaan (trust). Kedua, keadilan dalam usaha bersama. Ketiga, kebaikan dan kejujuran mencapai perbaikan. Keempat, tanggung jawab dalam individualitas dan solidaritas. Kelima, paham yang sehat, cerdas, dan tegas. Keenam, kemauan menolong diri sendiri serta menggerakkan keswasembadaan dan otoaktiva. Ketujuh, kesetiaan dalam kekeluargaan.
Pemerintah dan swasta, meliputi individu maupun masyarakat, wajib mentransformasikan nilai-nilai syari’ah dalam nilai-nilai koperasi, dengan mengadopsi 7 nilai syariah dalam bisnis yaitu :
1)      Shiddiq yang mencerminkan kejujuran, akurasi dan akuntabilitas
2)      Istiqamah yang mencerminkan konsistensi, komitmen dan loyalitas
3)       Tabligh yang mencerminkan transparansi, kontrol, edukatif, dan komunikatif
4)      Amanah yang mencerminkan kepercayaan, integritas, reputasi, dan kredibelitas
5)      Fathanah yang mencerminkan etos profesional, kompeten, kreatif, inovatif
6)      Ri’ayah yang mencerminkan semangat solidaritas, empati, kepedulian, awareness
7)      Mas’uliyah yang mencerminkan responsibilitas.












BAB III
KESIMPULAN

Perekonomian sebagai salah satu sendi kehidupan yang penting bagi manusia, oleh al-Qur`an telah diatur sedemikian rupa. Riba secara tegas telah dilarang karena merupakan salah satu sumber labilitas perekonomian dunia. Hal terpenting dari semua itu adalah bahwa kita harus dapat mengembalikan fungsi asli uang yaitu sebagai alat tukar/jual beli bukan sebagai komoditi dengan cara memungut bunga sebesar-besarnya karena hal seperti ini adalah dosa besar, dan orang-orang yang tetap mengambil riba setelah tiba larangan Allah diancam akan dimasukkan kedalam neraka (Qs. Al-Baqarah:275). Demikianlah kesimpulan dari makalah ini, semoga bermanfaat dalam kehidupan kita sehari-hari.
















                                                                                 

DAFTAR PUSTAKA

l-Baqilany, Muhammad Abu Bakar, I’jaz Al-Quran.Kairo: Daar al-Ma’arif, t.t..

Amal, Taufik Adnan. Rekonstruksi Sejarah Al-Qur’an. Yogyakarta : Forum kajian dan Budaya, 2001. 

Banna, Haddam, Al-Balaghah Fi Ilmi Al-Ma’ani. Ponorogo : Darussalam,1991.

Esposito, John.L, Dunia Islam Modern I, terj. Eva dkk . Bandung  : Mizan, 2002.

Ghufron, M. Al-Balaghah Fi Ilmi Al-Bayan. Ponorogo : Darussalam,1991.

_________,  Al-Balagahah Fi Ilm Badi’. Ponorogo : Darussalam,1991.

Hasyimi, Ahmad, Jawahir Al-Adab. Beirut : Daar Kutub, 1996.

Jabbar , Abu Bakar, Aysarut Tafasir, jil. I. Beirut : Daar Kutub Al-Ilmiyah, 1995. 

Khalil, Munawwar. Al-Qur’an Dari Masa ke Masa. Solo:Ramadhani, 1985.

Makdisi, Goerge. The Rise Of Humanism In Classical Islam And The Chiristian West . Edinburgh : Edinburgh University Press, 1990. 

Munawwir, Ahmad Warson. Al-munawwir. Yogyakarta : Pustaka Progressif, 1984.

Ma’luf, Louis. al-Munjid Fi al-Lughah Wa al-A’lam. Beirut  : Daar Masyriq, 1982.

Salam, Muhammad Zaglul dan Muhammad Khalfullah Ahmad, Salasu Rasail Fi I’jaz Al-Quran: Li al- Rumani Wa al-Khuthabi Wa Abdul Qadir al-Jurjani. Mesir: Dar al-Ma’arif, t.t.

Shihab, Quraish, Membumikan Al-Quran: Fungsi dan Peran Wahyu Dalam Kehidupan Masyarakat. Bandung: Mizan, 1992.

______________, Mukjizat Al-Quran: Ditinjau dari Aspek Kebahasaan, Isyarat Ilmiyah dan Pemberitaan Gaib. Bandung: Mizan, 1997.

Sholih, Subhi, Membahas Ilmu-Ilmu Al-Qur’an, terj. Tim Pustaka Firdaus. Jakarta : pustaka Firdausi, 2000.

Suyuthi, Jalaluddin,  Al-Itqan Fi Ulum Al-Quran, Jil. IV. Kairo: Maktabah Dar Al-Turast, t.t.h.


Qatthan, Manna, Mabahits Fi Ulumil Qur’an. Mesir: Mansyuroti asril Hadist, tth.

1 comment:

  1. Jika ada situs yang terbaik kenapa pilih yang lain? mari bergabung bersama kami di www intanqq poker ^^

    7 game dalam 1 ID
    Game yang di sediakan oleh intanqq:
    * Sakong (New Game)
    * Bandar Poker (New Game)
    * BandarQ (Hot Game)
    * Poker
    * Domino
    * Capsa Online
    * AduQ

    Kelebihan:
    * Minimal Depo dan WD Rp 15.000
    * Proses dana cepat
    * Bonus cashback harian 0,3%
    * Bonus extra cashback
    * Bonus referal 10% + 10%
    * No robot

    Kami tunggu kehadirannya ^^

    ReplyDelete