Budi Utomo 1908
Pada tahun 1906,
seorang dokter Jawa, Mas Wahidin Sudiro Husodo, berkeliling Jawa untuk
mengumpulkan dana yang akan dipakai untuk menyediakan beasiswa bagi putra-putra
Jawa. Dan selama dua tahun itu Mas Wahidin menerbitkan sebuah majalah dalam
bahasa Melayu dan Jawa ("Retno Dumilah") dengan maksud membangkitkan
minat dalam urusan budaya di kalangan masa Jawa. Namun demikian "priyayi
tinggi" yang diwakili oleh para "regent" (bupati) bersikap
dingin atas usaha Mas Wahidin karena golongan elit ini khawatir akan tersaingi
oleh golongan "priyayi rendah/kecil".
Dan pada tahun 1908, Mas Wahidin berkesempatan mengunjungi STOVIA (School tot Opleiding van Inlandsche Artsen), lembaga pendidikan dokter. Para mahasiswa disana menyambut antusias usaha Mas Wahidin dan memutuskan untuk mendirikan suatu organisasi Jawa dengan tujuan mempromosikan budaya kepada masyarakat. Organisasi itu kemudian mereka beri nama "Budi Utomo" yang jika di'terjemah'kan agar akseptabel dengan pemerintah kolonial menjadi "Het Schone Streven"-Upaya yang Elok. Raden Sutomo bersama dengan Gunarwan dan Suraja mengambil inisiatif ini pada tanggal 20 Mei 1908.
Pada rapat-rapat awal Budi Utomo selain mahasiswa STOVIA, hadir juga pelajar sekolah menengah pengrehpraja OSVIA (sekarang pamong praja), pendidikan guru Kweekschool dan sekolah pertanian dan kehewanan (Middelbare Landbowschool en Veartsenij), sehingga pada Juli 1908 jumlah anggota Budi Utomo telah mencapai 650 orang. Karena cukup banyak masyarakat non mahasiswa yang bergabung maka Budi Utomo menjadi "Partai Priyayi Kecil Jawa" yang pada akhir 1909 beranggotakan kurang lebih 10.000 orang.
Dan dalam kongres pertamanya tanggal 3-5 Oktober 1908 Pengurus Besar Budi Utomo akhirnya terpilih. Raden T.A. Tirtokoesoemo (Bupati Karanganyar) dan Mas Wahidin Sudirohusodo, masing-masing dipilih sebagai ketua dan wakil ketua menggantikan R. Sutomo dan M. Sulaeman – ketua dan wakil ketua Boedi Oetomo saat terbentuk pertama kali pada 20 Mei 1908. Sementara Sekretaris I Pengurus Besar, dijabat Dwidjosewojo, menggantikan Soewarno. Kongres juga menetapkan Statuten Moefakat (Anggaran Dasar?) dan Huishoudellik Reglement (Anggaran Rumah Tangga) Budi Utomo yang ditandatangani antara lain oleh Dwidjosewojo.
Banyak tokoh pergerakan nasional yang lahir dari Budi Utomo, selain Mas Wahidin Sudiro Husodo dan Sutomo, muncul pula Radjiman Wedyodiningrat yang kemudian menjadi ketua BPUPKI (Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia) serta tokoh-tokoh yang lain.
Berdirinya Budi Utomo menimbulkan reaksi berantai yang melahirkan beberapa organisasi yang lain seperti : Sarekat Dagang Islamiyah (1909), Sarekat Dagang Islam (1911), Sarekat Islam (1912) yang didirikan oleh HOS Cokroaminoto, Muhammadiyah (1912) oleh KH. Ahmad Dahlan, dan Indische Partij (1912) oleh 3 serangkai yaitu E.F.E. Douwes Dekker, Tjipto Mangunkusumo dan Ki Hajar Dewantara. dan sebagaimana diketahui Indische Partij, adalah partai yang berdasarkan golongan indo yang makmur, juga merupakan salah satu partai yang menuntut kemerdekaan Indonesia.
Dengan munculnya gerakan-gerakan yang bersifat sosial-politik semacam itu rupanya menyebabkan Budi Utomo agak terdesak ke belakang. Kepemimpinan perjuangan orang Indonesia diambil alih oleh Sarekat Islam dan Indische Partij karena dalam arena politik Budi Utomo memang belum berpengalaman.
Pada awalnya, berdirinya Budi Utomo memang merupakan perkumpulan atau organisasi priyayi jawa sehingga kesan primordialnya terasa amat kental, namun dengan beriiringnya waktu serta dilandasi oleh rasa senasib dan sepenanggungan dengan suku bangsa yang lain akibat penjajahan kolonial, Budi Utomo mulai membuka diri. Dalam konggres Budi Utomo ke-18 tanggal 31 Desember 1927 dilaporkan bahwa, "Bahasa yang dipergunakan dalam kongres Budi Utomo bukan bahasa Jawa, bukan bahasa Belanda, melainkan bahasa Melayu"
Sementara itu dalam kongres ke-31 Budi Utomo pada Bulan Juli 1931 diambil keputusan menerima setiap orang Indonesia yang bukan dari suku Jawa sebagai anggota, selanjutnya mengusahakan agar semua organisasi politik nasional mengadakan fusi
Satu hal yang dirasakan sebagai kekurangan dalam organisasi Budi Utomo adalah "Er zit Geen Kromo in" (Tak ada rakyat biasa di dalamnya). E. Gobee dalam laporannya kepada Gubernur Jenderal De Jonge, 19 Juni 1933, mengatakan bahwa ketua umum Budi Utomo R.M.A.A. Koesoemo Oetoyo menunjukkan usaha Budi Utomo untuk membuat penduduk desa lebih sadar diri amat sedikit hasilnya.
Dan pada tahun 1935 Budi Utomo secara formal dibubarkan.
Pustaka :
(1) Sejarah Kecil Indonesia. Rosihan Anwar. Kompas. 2004
(2) Nusantara, Bernard H. M. Vlekke. Kepustakaan Populer Gramedia. 2008
(3) http://id.wikipedia.org/wiki/Budi_Utomo
(4) http://id.wikipedia.org/wiki/Indische_Partij
(5) http://www.ryanamustamin.com/2008/05/boedi-oetomo-boemi-poetera-dan-rekam-jejak-dwidjosewojo/
Semoga Bermanfaat.
Dan pada tahun 1908, Mas Wahidin berkesempatan mengunjungi STOVIA (School tot Opleiding van Inlandsche Artsen), lembaga pendidikan dokter. Para mahasiswa disana menyambut antusias usaha Mas Wahidin dan memutuskan untuk mendirikan suatu organisasi Jawa dengan tujuan mempromosikan budaya kepada masyarakat. Organisasi itu kemudian mereka beri nama "Budi Utomo" yang jika di'terjemah'kan agar akseptabel dengan pemerintah kolonial menjadi "Het Schone Streven"-Upaya yang Elok. Raden Sutomo bersama dengan Gunarwan dan Suraja mengambil inisiatif ini pada tanggal 20 Mei 1908.
Pada rapat-rapat awal Budi Utomo selain mahasiswa STOVIA, hadir juga pelajar sekolah menengah pengrehpraja OSVIA (sekarang pamong praja), pendidikan guru Kweekschool dan sekolah pertanian dan kehewanan (Middelbare Landbowschool en Veartsenij), sehingga pada Juli 1908 jumlah anggota Budi Utomo telah mencapai 650 orang. Karena cukup banyak masyarakat non mahasiswa yang bergabung maka Budi Utomo menjadi "Partai Priyayi Kecil Jawa" yang pada akhir 1909 beranggotakan kurang lebih 10.000 orang.
Dan dalam kongres pertamanya tanggal 3-5 Oktober 1908 Pengurus Besar Budi Utomo akhirnya terpilih. Raden T.A. Tirtokoesoemo (Bupati Karanganyar) dan Mas Wahidin Sudirohusodo, masing-masing dipilih sebagai ketua dan wakil ketua menggantikan R. Sutomo dan M. Sulaeman – ketua dan wakil ketua Boedi Oetomo saat terbentuk pertama kali pada 20 Mei 1908. Sementara Sekretaris I Pengurus Besar, dijabat Dwidjosewojo, menggantikan Soewarno. Kongres juga menetapkan Statuten Moefakat (Anggaran Dasar?) dan Huishoudellik Reglement (Anggaran Rumah Tangga) Budi Utomo yang ditandatangani antara lain oleh Dwidjosewojo.
Banyak tokoh pergerakan nasional yang lahir dari Budi Utomo, selain Mas Wahidin Sudiro Husodo dan Sutomo, muncul pula Radjiman Wedyodiningrat yang kemudian menjadi ketua BPUPKI (Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia) serta tokoh-tokoh yang lain.
Berdirinya Budi Utomo menimbulkan reaksi berantai yang melahirkan beberapa organisasi yang lain seperti : Sarekat Dagang Islamiyah (1909), Sarekat Dagang Islam (1911), Sarekat Islam (1912) yang didirikan oleh HOS Cokroaminoto, Muhammadiyah (1912) oleh KH. Ahmad Dahlan, dan Indische Partij (1912) oleh 3 serangkai yaitu E.F.E. Douwes Dekker, Tjipto Mangunkusumo dan Ki Hajar Dewantara. dan sebagaimana diketahui Indische Partij, adalah partai yang berdasarkan golongan indo yang makmur, juga merupakan salah satu partai yang menuntut kemerdekaan Indonesia.
Dengan munculnya gerakan-gerakan yang bersifat sosial-politik semacam itu rupanya menyebabkan Budi Utomo agak terdesak ke belakang. Kepemimpinan perjuangan orang Indonesia diambil alih oleh Sarekat Islam dan Indische Partij karena dalam arena politik Budi Utomo memang belum berpengalaman.
Pada awalnya, berdirinya Budi Utomo memang merupakan perkumpulan atau organisasi priyayi jawa sehingga kesan primordialnya terasa amat kental, namun dengan beriiringnya waktu serta dilandasi oleh rasa senasib dan sepenanggungan dengan suku bangsa yang lain akibat penjajahan kolonial, Budi Utomo mulai membuka diri. Dalam konggres Budi Utomo ke-18 tanggal 31 Desember 1927 dilaporkan bahwa, "Bahasa yang dipergunakan dalam kongres Budi Utomo bukan bahasa Jawa, bukan bahasa Belanda, melainkan bahasa Melayu"
Sementara itu dalam kongres ke-31 Budi Utomo pada Bulan Juli 1931 diambil keputusan menerima setiap orang Indonesia yang bukan dari suku Jawa sebagai anggota, selanjutnya mengusahakan agar semua organisasi politik nasional mengadakan fusi
Satu hal yang dirasakan sebagai kekurangan dalam organisasi Budi Utomo adalah "Er zit Geen Kromo in" (Tak ada rakyat biasa di dalamnya). E. Gobee dalam laporannya kepada Gubernur Jenderal De Jonge, 19 Juni 1933, mengatakan bahwa ketua umum Budi Utomo R.M.A.A. Koesoemo Oetoyo menunjukkan usaha Budi Utomo untuk membuat penduduk desa lebih sadar diri amat sedikit hasilnya.
Dan pada tahun 1935 Budi Utomo secara formal dibubarkan.
Pustaka :
(1) Sejarah Kecil Indonesia. Rosihan Anwar. Kompas. 2004
(2) Nusantara, Bernard H. M. Vlekke. Kepustakaan Populer Gramedia. 2008
(3) http://id.wikipedia.org/wiki/Budi_Utomo
(4) http://id.wikipedia.org/wiki/Indische_Partij
(5) http://www.ryanamustamin.com/2008/05/boedi-oetomo-boemi-poetera-dan-rekam-jejak-dwidjosewojo/
Semoga Bermanfaat.
No comments:
Post a Comment