Assalamualikum
Wr.Wb
Puji syukur di panjatkan kepada Allah SWT, Tuhan semesta alam
yang telah memberikan beribu nikmat kepada kita semua. Shalawat beserta salam
semoga tercurah limpahkan kepada nabi Muhamad Saw.
Pada kesempatan kali ini saya akan menyelesaikan laporan tugas dari mata
kuliah Introduction to literary Analiysis antara lain mencakup materi
tentang Sastra.
Ada beberapa pokok masalah yang harus di cari di antaranya :
1.
Apa
pengertian hubungan Bahasa sastra dan Ilmu sastra ?
2.
Apa
Genre sastra, Bahasa sastra dan Kedudukan sastra di antara ilmu lain ?
3.
Sistem
sastra , Sejarah, dan Kedudukan Fugsi sastra di masyarakat ?
4.
Sastra
dan nilai-nilai sosial ?
Untuk memenuhi tugas tersebut saya mencari beberapa sumber dari berbagai media yang tentunya dapat
memberikan banyak informasi kepada saya antara lain lewat buku dan internet,
untuk saat ini saya masih menggunakan sumber terbanyak dari internet, karena
ketersedian sumber buku di perpustakan
masih belum lengkap.
Baik di bawah ini uraian mengenai permasalah tersebut berikut
pembahasannya,
1. Sastra adalah pembayangan / pelukisan
kehidupan dan pikiran imajinatif kedalam bentuk-bentuk dan struktur bahasa.
Sastra bukanlah sebuah benda yang kita jumpai ,sastra adalah sebuah nama yang
dengan alasan tertentu diberikan kepada sejumlah hasil tertentu dalam suatu
lingkungan kebudayaan. Sastra ialah
teks-teks yang tidak melulu disusun atau dipakai untuk suatu tujuan komunikasi
yang praktis dan yang hanya berlangsung. untuk sementara waktu saja. Sastra
merupakan sebuah ciptaan sebuah kreasi, bukan pertama sebuah imitasi . sang
seniman menciptakan sebuah dunia baru meneruskan proses penciptaan di dalam
semesta alam, bahkan menyempurnakannya sastra
terutama merupakan suatu luapan emosi yang spontan. Ilmu sastra dalam
arti sempit tidak menyusun tafsiran-tafsran penafsiran termasuk bidang kritik
sastra. Ilmu sastra dan kritik sastra atau critism merupakan mata kuliah
yang berbeda-beda di uiniversitas, . Ilmu sastra berminat terhadap
pendekatan dan keanekaragaman jenis tafsiran terhadap cara itu dilaporkan.
selain itu, tafsiran seperti semua bentuk penerimaan , merupakan bahan
penelitian bagi ilmu sastra khusus
mengenai hubungan teks dan pembaca.
Bahwa
kaitan antara sastra dan ilmu sastra sangat berkaitan satu sama lain, karena
untuk membuat suatu karya sastra di butuhkan ilmu-ilmu yang mendasari bagaimana
untuk membuat suatu karya sastra yang baik, hal ini lah yang memicu bahwa ilmu
satra adalah landasan yang di pakai untuk membuat sebuah karya sastra.
2.
Dengan
mengacu pada tiga paradigma peradaban menurut Alvin Toffler (1980), ranah
sastra dapat dipilah ke dalam paradigma peradaban agraris, industrial, dan
informasi. Sastra dalam peradaban agraris didominasi genre sastra lisan; sastra
dalam peradaban industrial didominasi genre sastra tulis; dan sastra dalam
peradaban informasi didominasi genre sastra elektronik. Berdasarkan hal ini
objek penelitian sastra dapat diklasifikasikan ke dalam sastra lisan, sastra
tulis, dan sastra elektronik.
a.
Sastra
Lisan
Menurut Wiget (lihat Lauter, 1994), sastra lisan dipertunjukkan di
hadapan pendengar yang melakukan evaluasi baik cara maupun isi pertunjukan,
evaluasi bukan merupakan kesimpulan dari pertunjukan tersebut, melainkan
merupakan sebuah kegiatan yang berlangsung yang tercermin dalam tingkat
perhatian dan komentar.
b.
Sastra
Tulis
Menurut Teeuw, bahasa tulis memiliki tujuh ciri, yakni: (1) dalam bahasa
tulis antara penulis dan pembaca kehilangan sarana komunikasi suprasegmental;
(2) dalam bahasa tulis tidak ada hubungan fisik antara penulis dan pembaca; (3)
dalam teks-teks tertulis, penulis tidak hadir dalam situasi komunikasi; (4)
teks-teks tertulis dapat lepas dari kerangka referensi aslinya; (5) bagi
pembaca, tulisan dapat dibaca ulang; (6) teks-teks tertulis dapat diproduksi
dalam berbagai bentuk dan jangkauan komunikasi yang lebih luas; dan
(7)komunikasi menembus jarak ruang, waktu, dan kebudayaan.
Genre sastra tulis dapat dijabarkan ke dalam
sub-sub genre yang terdiri atas puisi tulis, prosa tulis, dan drama
tulis.Dewasa ini bentuk karya sastra yang paling diminat adalah cerpen dan
novel. Waluyo (2002:28) membagi karya fiksi menjadi roman, cerita pendek, dan
novel. Termasuk dalam klasifikasi novel adalah novelet. Novelet yaitu novel
pendek yang lebih panjang dari cerita pendek, roman adalah jenis cerita rekaan
yang paling dulu muncul, disusul oleh cerita pendek dan baru kemudian muncul
novel dan novelet. Bentuk novel ataupun novelet dan cerita pendek pada akhirnya
merajai sastra di Indonesia.
c.
Sastra
Elektronik
Dalam arti luas karya sastra yang diproduksi, dimodifikasi, dan dikemas
dengan menggunakan peralatan elektronik dapat dinamakan sastra elektronik.
Sesuai dengan media yang dipakai, sastra elektronik dapat diklasifikasikan ke
dalam tiga jenis: sastra audio, sastra audiovisual, dan sastra multimedia.
Karya sastra menurut genre atau jenisnya
terbagi atas puisi, prosa, dan drama. Pembagian tersebut semata-mata didasarkan
atas perbedaan bentuk fisiknya saja, bukan substansinya. Substansi karya sastra
apa pun bentuknya tetap sama, yakni pengalaman kemanusiaan dalam segala wujud
dan dimensinya. Pengenalan terhadap ciri-ciri bentuk sastra ini memudahkan
proses pemahaman terhadap maknanya. Demikian pula komponen–komponen yang turut
membangun karya sastra tersebut. Berikut ini dipaparkan ketiga bentuk karya
sastra tersebut,
1)
Puisi
Puisi
adalah karya sastra yang khas penggunaan bahasanya dan memuat pengalaman yang
disusun secara khas pula. Pengalaman batin yang terkandung dalam puisi disusun
dari peristiwa yang telah diberi makna dan ditafsirkan secara estetik.
Dari segi bentuknya kita mengenal puisi terikat dan puisi
bebas. Puisi terikat dapat dikatakan sebagai puisi lama, puisi yang diciptakan
oleh masyarakat lama, seperti pantun, syair,dan gurindam.
Puisi baru, puisi bebas atau yang lebih dikenal sebagai
puisi modern yang mulai muncul pada masa Pujangga Baru dan dipopulerkan oleh
Angkatan 45 yang dipelopori oleh Chairil Anwar. Puisi modern dilahirkan dalam
semangat mencari kebebasan pengucapan pribadi. Puisi modern dapat dianggap
sebagai bentuk pengucapan puisi yang tidak menginginkan pola-pola estetika yang
kaku atau patokan-patokan yang membelenggu kebebasan jiwa penyair
2)
Prosa
Prosa merupakan jenis karya sastra dengan
ciri-ciri antara lain (1) bentuknya yang bersifat penguraian, (2) adanya
satuan-satuan makna dalam wujud alinea-alinea, dan (3) penggunaan bahasa yang
cenderung longgar. Bentuk ini merupakan rangkaian peristiwa imajinatif yang
diperankan oleh pelaku-pelaku cerita, dengan latar dan tahapan tertentu yang
sering disebut dengan cerita rekaan. Bentuk ini terbagi atas kategori cerita
pendek, novelet, dan novel.
3)
Drama
Pada dasarnya drama tidak jauh berbeda dengan
karya prosa fiksi. Kesamaan itu berkaitan dengan aspek kesastraan yang
terkandung di dalamnya. Namun, ada perbedaan esensial yang membedakan antara
karya drama dan karya prosa fiksi, yakni pada tujuannya. Tujuan utama penulisan
naskah drama adalah untuk dipentaskan. Semi (1988) menyatakan bahwa drama
adalah cerita atau tiruan perilaku manusia yang dipentaskan.
Menurut Aris Toteles terdapat 2 jenis sastra,
yakni yang bersifat cerita dan yang bersifat drama. teks-teks yang menampilkan
1 juru bicara saja, yang kadang-kadang dapat mengajak tokoh-tokoh lain untuk
membuka mulutnya, tetapi yang pada
pokoknya merupakan sang dalang tunggal,
termasuk jenis naratif. disamping itu aristoteles menekuni sarana-sarana
penulisan: prosa, sajak-sajak, berbagai bahasa dan tingkat bahasa, selain itu
membahas objek yang dapat diwajibkan.
3.
Sistem
Sastra
Secara harfiah menurut Kamus Besar
Bahasa Indoensia (KBBI) sistem diartikan
sebagai seperangkat unsur yang secara teratur saling berkaitan, sehingga
membentuk sebuah totalitas. Sementara pengertian sastra sendiri oleh Luxemburg
didefinisikan sebagai ciptaan/sebuah kreasi yang merupakan luapan emosi dan
bersifat otonom. Oleh karena itu, dapat ditarik kesimpulan bahwa apa yang
dimaksud system sastra adalah segala elemen sastra yang secara bersama-sama
saling mengisi dan membentuk sebuah keterpaduan.
Sistem sastra
meliputi jenis sastra, cabang ilmu, bentuk sastra, teks dan komunikasi ilmu
sastra, ilmu teks, genre sastra, dan unsur-unsur yang membentuk karya sastra
baik dari dalam maupun yang dari luar. Untuk mempermudah pemahaman dalam
makalah ini, sengaja sistem sastra hanya dibedakan menjadi empat bagian saja.
Keempat sistem tersebut adalah (1) cabang ilmu sastra, (2) bentuk sastra, (3)
jenis sastra, dan (4) unsur sastra
Cabang ilmu sastra dapat dibagi lagi
menjadi teori sastra, sejarah sastra, dan kritik sastra. Ketiga cabang ilmu ini
saling berkaitan erat sebagai perkembangan dan telaah sastra. Ketiganya adalah
satu kesatuan yang saling berkaitan.
Secara umum, sistem
sastra dapat diterjemahkan menjadi segala unsur yang bertalian dengan sastra
dan menunjang satu sama lain untuk keutuhan sastra itu sendiri. Disimpulkan
bahwa seorang penulis tidak perlu mempelajari “teori sastra” terlebih dahulu
sebelum dirinya memiliki produk sastra. Kebalikannya, pengarang yang sudah
menghasilkan karya, lambat laun, dirinya akan menguasai apakah “ilmu sastra”
itu. Lantas, pengarang tersebut akan mengidentifikasikan karya-karyanya dengan
teori yang ada. Dari sinilah, tanpa sengaja, pengarang tersebut dapat belajar
tentang “teori sastra” dan secara perlahan akan menguasai “bagaimana sistem
sastra secara keseluruhan itu”
Fungsi sastra di
dalam masyarakat dapat membantu kita untuk mengerti teks itu dengan lebih baik
sehingga kita lebih tertarik juga untuk membaca sastra. tentu saja diperlukan
lebih banyak pengertian untuk menjadi seorang penggemar sastra yakni napsu
ingin tahu dan kesabaran . pengalaman dalam membaca karya-karya sastra dari
pengalaman mengenai hidupitu sendiri ,
dan itu semua tidak begitu saja dapat disalurkan lewat buku-buku peljaran .
mempelajari sastra tak pernah dibatasi pada suatu pendekatan formal dan
sisitematik saja tetapi studi formal dan sistematik juga tidak dapat
dikesampingkan.
Yang menjadi
pertanyaan, kenapa sastra bisa mempengaruhi masyarakat? Plato mengatakan bahwa
sastra merupakan refleksi sosial (Diana Laurenson, dkk. 1971). Sebagai suatu
reflesi sosial ia akan menggambarkan kondisi sosial yang ada di sekelilingnya.
Karena muatan yang ada dalam sastra adalah gambaran atau reflesi sosial, sastra
akan mendapatkan tanggapan dan kritik sekaligus penilaian dari pembaca. Dari
jalan ini sastra akan mempengaruhi pola pikir masyarakatnya.
Rendahnya apresiasi
masyarakat terhadap karya sastra diakibatkan oleh kurangnya pemahaman mereka
terhadap pentingnya sastra dalam perubahan sosial. Masyarakat masih banyak yang
tidak memahami nilai-nilai moral dan kritik yang ada dalam sastra. Disamping
itu membaca karya sastra memang membutuhkan waktu yang cukup menyita
dibandingkan dengan media lain. Dibandingkan dengan film dan drama, karya
sastra membutuhkan waktu yang lebih lama. Ditambah lagi budaya membaca
masyarakat kita yang memang masih sangat rendah.
Dewasa ini
tanggapan masyarakat masih sebatas golongan terdidik saja. Para pelajar dan
mahasiswa sudah mulai memahami pentingnya menelaah karya sastra. Meskipun
mereka membaca karya sastra masih sebatas sebagai hiburan, tetap nilai-nilai
moral tetap akan mempengaruhi mereka. Sehingga tidak jarang penulis-penulis
terkenal di negeri ini mulai digandrungi oleh para remaja Indonesia.
4.
Sastra
dan Nilai sosial
Nilai sosial adalah nilai yang mendasari, menuntun dan
menjadi tujuan tindakan dan hidup sosial manusia dalam melangsungkan,
mempertahankan dan mengembangkan hidup sosial manusia (Amir, dalam Sukatman,
1992:26). Nilai sosial merupakan norma yang mengatur hubungan manusia dalam
hidup berkelompok. Norma sosial itu merupakan kaidah hubungan antar manusia,
yang menurut Goeman (dalam Sukatman, 1992:27) merupakan kaidah yang melandasi
manusia untuk menyesuaikan diri terhadap lingkungan geografis, sesama manusia,
dan kebudayaan alam sekitar. Karena kaidah itu melandasi kegiatan hidup kelompok
manusia, maka dapat dikatakan nilai sosial merupakan petunjuk umum ke arah
kehidupan bersama dalam masyarakat (Suparlan, 1983:142). Dari pendapat tersebut
dapat dipahami bahwa nilai sosial merupakan pedoman umum dalam bermasyarakat.
Untuk melihat nilai sosial yang ada
dalam sastra kita bisa melacaknya melalui kristal-kristal nilai yang berupa:
tradisi, konvensi dan norma masyarakat yang ada dalam sastra. Seperti dikatakan
oleh Wellek dan Warren (1989:109) bahwa sastra sebagai institusi sosial yang
memakai medium bahasa, dalam menyampaikan pesan disalurkan dalam bentuk
simbolisme yang berupa konvensi dan norma sosial. Biasanya simbolisme itu
berkaitan dengan situasi sosial tertentu, politik, ekonomi dan sebagainya
Dalam khasanah
sastra Indonesia modern nilai-nilai sosial dapat ditemukan. Sumardjo (1984)
mengungkapkan bahwa dalam sastra Indonesia (khususnya novel) dari periode Balai
Pustaka sampai periode tujuh puluhan banyak mengungkap nilai-nilai sosial
Indonesia, terutama kelas sosial menengah ke bawah. Masalah sosial yang ada
menyangkut masalah ketentraman, keadilan dan kebersamaan hidup, tingkat
keluarga dan masyarakat (negara). Penggambaran masalah di atas, dalam cerita
berupa konflik sosial, konflik politik. Dari konflik-konflik yang ada dapat
dipahami bahwa sumbernya adalah dari adanya benturan antara nilai-nilai sosial
yang sudah mapan dengan nilai baru, yang tidak selaras atau berjalan secara
berdampingan. Konflik sosial yang ada dalam sastra itu walaupun tidak memberi
tahu secara langsung bahwa ada nilai sosial, tetapi secara implikasional
mengisyaratkan bahwa ada nilai sosial yang dipegang oleh masyarakat sebagai
pedoman hidup, pedoman untuk melakukan dan menilai tindakan hidup sosial.
Sukatman (1992) mengungkapkan bahwa dalam folklor Indonesia (khususnya
peribahasa) banyak ditemukan nilai-nilai sosial seperti kebaktian antar
manusia, kebersatuan hidup, dan adil terhadap orang lain. Dalam novel Laskar
Pelangi karya Andrea Hirata (2007) banyak memuat nilai-nilai sosial seperti,
tolong-menolong, kebersatuan hidup, saling menghargai antar sesama, toleransi
silaturrahmi, dan lain sebagainya.
Mungkin itu saja
yang bisa saya sampaikan mengenai tugas kali ini , mohon maaf jika ada
kekurangan dan saya mengharapkan sekali bimbingan bapak selanjutnya.
No comments:
Post a Comment