Monday, 16 May 2016

TEORI ILMU SOSIAL KRITIK


PARADIGMA DAN TEORI KRITIK PERUBAHAN SOSIAL
TEORI ILMU SOSIAL KRITIK
Teori-teori kritik (critical theoris) pada dasarnya adalah semua teori sosial yang mempunyai maksud dan implikasi praktis sangat berpengaruh terhadap teori perubahan sosial aliran kritik. Teori kritik tidak sekedar teori yang melakukan kritik terhadap ketidakadilan sistem yang dominan yaitu sistem sosial kapitalisme, melainkan suatu teori untuk mengubah sistem dan struktur tersebut. Teori kritis secara radikal memiliki pandangan tentang kajian antara teori dan praktik. Teori sosial menurut teori kritik, bukan sekedar berurusan dengan benar atau salah tentang fakkta atau suatu realitas sosial, tetapi bertugas untuk berkemampuan memberikan proses penyadaran kritis atau perspektif kritis kepada masyarakat telah membentuk realitas sosial tersebut.
Tugas teori kritik adalah membawa praktik pembebasan. Pertama, teori sosial harus mampu menjelaskan tentang bagaimana keadaan dan sistem sosial yang telah menciptakan suatu bentuk pemahaman dan kesadaran “palsu” tentang realitas sosial yang harus diterima masyarakat demi melanggengkan sistem tersebut. Kedua, teori sosial juga harus memfasilitasi timbulnya visi alternatif tentang relasi sosial yang bebas dari segala bentuk penindasan, eksploitasi, dan ketidakadilan. Teori kritik telah mendorong lahirnya pendidikan “dialogis”. Tuntutan untuk melakukan emansipasi ini telah melahirkan kritik terhadap alternatif asumsi, metodologi dan praktik penelitian sosial yang selama ini dipraktikan dalam dunia akademik.  Teori kritik telah banyak mempengaruhi pandangan, pendekatan, dan praktik perubahan sosial di masyarakat. Salah satu yang paling dirasakan pengaruhnya adalah adanya pendekatan yang meletakan masyarakat sebagai subjek perubahan sosial dan pembangunan, subjek pendidikan, serta subjek penelitian.
Secara metodologis pengaruh kritik ini melahirkan model riset partisipatori (participatory research) yaknin suatu proses kombinasi pendidikan, dan penelitian sosial yang meletakan masyarakat sebagai subjeknya. Gagasan praktis dari ilmu sosial emansipasi yang dicanangkan oleh pemikir kritis dari mazhab Frankfurt telah memberikan inspirasi tentang riset partisipasi tersebut sebagai suatu aksi yang melibatkan penelitian sosial, pendidikan dan aksi politik (political action). Paradigma riset dan aksi politik ini menarik perhatian para prsaktisi yang bergerak dalam usaha pemberdayaan masyarakat karena metodologi ini menjanjikan model demokrasi dan anti kekerasan dalam bidang ekonomi kerakyatan, ideologi, politik, serta transformasi kultural. Kasam dan Mustafa (1981), Comstock dan Russel (1982), Hall (1981), Frandes dan Tandon (1981) adalah orang yang mencoba membangun disiplin riset partisipatori, suatu aksi politik yang disandarkan pada proses dialogis bersama rakyat sebagai subjek perubahan sosial. Inilah suatu riset dan aksi politik yang tidak sengaja berusaha untuk memahami keadaan dunia, melainkan juga mengubah dunia (Park, 1981). Riset opartisipatori juga dianggap sebagai pemberdayaan (empowerment) karena wataknya yang memungkinkan untuk memberdayakan masyarakat sebagai subjek perubahan, pembangunan, pengetahuan dan pemecah masalah mereka.
TEORI MARXISME TENTANG PERUBAHAN SOSIAL
Marxisme pada dasarnya tidak hanya kritik terhadap teori kapitalisme yang memfouskan pada pemahaman mode of production yang dinamakan kapitalisme, tetapi juga teori tentang perubahan sosial. Dalam karyanya yang berjudul Das Kapital pada dasarnya Marx menuturkan tentang kasus bagaiman proses ketidakadilan terjadi dalam aspek ekonomi. Penemuan terpenting Marx tentang nilai adalah bagaimana menggunaan buruh sebagai alat untuk mendapatkan ratio exchange, yaitu buruh menjadi alat untuk meengukur nilai suatu komoditi. Bagi Marx individu buruh dapat dihitunng dan untuk menghitungnya diperlukan suatu model relasi yang dikenal dengan mode of production kapitalisme. Atas dasar analisis itu Marx menilai bahwa kapitalisme adalah sistem sosio-ekonomi yang dibangun untuk mencari keuntungan yang didapat dari proses produksi, bukan dari dagang, riba, memeras, ataupun mencuri secara langsung, tetapi dengan cara mengorganisasikan mekanisme produksi tertentu sehingga mengurangi biaya produksi secara tertentu sehingga mengurangi biaya produksi seminimum mungkin, atau melalui suatu mode of production tertentu.
Teori labour value bagi Marx tidak hanya dipakai sebagai alat analisis terhadap exchange ratio, tetapi justru digunakan sebagai sarana untuk memahami problem ketidakadilan dalam  sistem kapitalisme, yakni hubungan dalam sistem masyarakat kapitalis. Komoditi baginya tidak hanya dilihat sebagai benda, tetapi tersembunyi sebagai hubungan sosial. Sifat komoditi itu mengaburkan persepsi orang tentang realitas kapitalis, yang oleh Marx disebut the fetishism of commodities. Melalui konsep fetishism itu dipahami bahwa suatu komoditi mengandung dan membungkuus persoalan kapitalisme. Selanjutnya Marx menganalisis comodity labor power-nya sendiri. Baginya omoditi mempunyai dua aspek, yakni aspek kegunaan dan aspek perdagangn (exchangeability). Namun Marx menemukan kandungan labor power didalamnya yang membuat komoditi mengandung use value yang menghasilkan “surplus”.
Marx menemukan rahasia utama kapitalisme,bahwa profit sudah diperoleh sebelum produk dilempar ke pasar, yakni profit diperoleh bukan karena perdagangan, tetapi justru sebelum komoditi dijual, yakni ketika produksi. Sumber “profit” itu dicuri dari surplus value yakni perbedaan nilai antara tenaga kerja yang dijual buruh dan nilai produk pada waktu akhir produksi. Teori surplus value ini merupakan analisis Marx yang penting terntang bagaimana eksploitasi atau pencurian anatara buruh dan kapitalis terjadi. Intinya adalah perbedaan antara labour dan labour force. Labour power adalah kemampuan untuk bekerja yang dibeli oleh majikan pada waktu dia menerima buruh untuk bekerja. Sedangkan labour adalah pembelanjaan aktual dari energi manusia dan kepandaiannya, yang dimiliki buruh pada waktu dia bekerja. Dalam pandangan Marx, lemahnya posisi buruh dan tekanan pengangguran berjalan secara sistematik untuk menjaga nilai komoditi labour power pada level yang tidak memungkinkan bernilai kompetitif bagi kapitalis.
Teori surplus value menjelaskan masalah yang rumit dan berat didalam ekonomi, yakni sumber profit. Tujun teori surplus value adalah untuk menjelaskan kehadiran dan kelanggengan surplus yang terdapat dalam mode of production kapitalis. Apakah elemen sistem kapitalisme? Capital (modal). Meneurut contoh Marx, adalah hubungan sosial yang terkandung dalam komoditi. Capital bukanlah susunan peralatan. Jadi, modal (capital) dalam mode of production kapitalis adalah hubungan sosial dari dominasi, suatu ungkapan hierarki struktur kelas di masyarakat. Kapital berkembang karena hubungan sosial yang dominatif. Kapitalisme dikontrol oleh hubungan persaingan pasar, dan bukan elemen kontrak antara buruh dan modal.
Sistem kompetisi pasar memberi manfaat kepada buruh dan kapitalis. Kapitalis memberi pekerjaan dan buruh menjual tenaga kerja kepada kapitalis. Melalui proses kerja ini, surplus value, mengalir ke kapitalis, dan surplus value itu lahir yang lain, profit, bunga (interest) dan sewa tanah.  Marx percaya bahwa yang menjatuhkan profit adalah konsekunsi dari kekuatan sosial. Marx menejlaskan agar upaya-upaya dari kapitalis tidak menurunkan profit, yakni: meningkatkan eksploitasi, menurunkan upah kerja dibawah nilai labor power, mengambil kesempatan dalam krisis bisnis dengan membeli mesin baru atau bahan mentah dibawah harga pasar, memanfaatkan pengangguran untu memproduksi komoditi lain. Analisis inilah yang dibahas dalam teori yang dikenal dengan law of motion sistem kapitalisme. Law of motion merupakan sistem substitusi kehancuran diri dari mesin terhadap buruh-suatu sistem stress endemik, yakni kontradiksi yang inheren dalam ide kapital itu sendiri. Pada saat perusahaan besar berkembang, ia akan menggusur kapitalis yang lemah. Penekanan terhadap kelas pekerja secara perlahan akan membangkitkan kesadaran revolusioner. Gerakan didalam sistem membawa khas yang menuju kehancuran kapitalisme. Dalam proses perubahan itu pada hakikatnya tersembunyi teori perubahan sosial revolusi menuju tatanan masyarakat baru tanpa eksploitasi.
TEORI PERUBAHAN SOSIAL MARXISME POST STRUKTURALIS
    Bagi penganut sistem strukturalis ini sistem kapitalisme merupakan saling keterkaitan hubungan yang sangat komplek yang melibatkan banyak aspek seperti: pengetahuan dan teknologi pertanian; kebijaksanaan politik pemerintah; penanaman modal dan kapital multinasional, serta proses eksploitasi kelas.
EKSPLOITASI EKONOMI DAN KETERGANTUNGAN
    Pada dasarnya teori politik ekonomi yang menggunakan perspektif kelas lebih mempertanyakan siapa yang diuntungkan dari proses pembangunan di Dunia Ketiga. Keunikan teori ini adalah dalam pemahaman kelas. Perannya dalam formasi struktur sosial dan perubahan sosial terletak pada analisis hubungan antara penghasil dan pengambil nilai lebih (proses kelas fundamental) dan hubungannya dengan bagian non-kelas dalam masyarakat, yakni mereka yang berfungsi sebagai pendistribusi nilai lebih tersebut: hal ini disebut sebagai proses kelas menengah pembagi hasil surplus value atau subsumed class. Interaksi antara proses kelas utama dan kelas menengah perantara (subsumed class) terjadi dalam formasi sosial tertentu. Namun demikian keberadaan proses kelas utama sangat tergantung pada kelas menengah perantara atau subbsumed class dan sebaliknya. Kaitan antara proses kelas utama dan subsumed class tersebutdikenal sebagai proses kontradiksi tetapi berkaitan. Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa sistrem ekonomi yang digunakan oleh pembangunan mengandung ketidakadilan, karena ada kelompok masyarakat yang memproduksi nilai lebih yang diambil oleh mereka yang tidak bekerja.
    Pembangunan menciptakan masalah struktural dan sebaliknya, proses ekonomi, politiki dan kultural di Dunia ketiga juga membentuk konsep pembangunan. Overdeterminasi antara pembangunan dengan proses ekonomi, politik, dan kultural ini berlangsung saling berhubungan secara komplek melalui proses kelas dan kondisi yang melanggengkannya seperti ideologi gender, kebijakan ekonomi dan pembangunan nasional, perdagangan internasional, tekanan politik, hegemoni Kultural Bank Dunia dan negara-negara kapitalis maju, dan banyakn hal lainnya. Pada dasarnya kritik Althuser pada pemahaman kelas yang deterministik memiliki dampak pada teori perubahan sosial sebagai berikut. Pertama, konsep kelas yang umumnya yang diyakini oleh baik pengikut Marxis maupun yang bukan Marxist adalah berdasarkan pada wealth atau kekayaan. Implikasi kedua adalah dari siapa yang harus memperjuangkan keadilan sosial. Dalam paham kelas yang bersandar pada wealth, perubahan sosial perjuangan kelas difokuskan pada gerakan buruh. Sementara bagi penganut Neo Marxis, perubahan sosial tidak bisa lagi difokuskan pada gerakan buruh, melainkan pada keseluruhan eksponen gerakan sosial.
TEORI PERUBAHAN SOSIAL DAN PEMBANGUNAN SOSIALISME
    Perkembangan paham sosialisme sesungguhnya tidak bisa dilepaskan dari paham kapitalisme. Adam Smith dari Inggris abad-XIX menetapkan pola untuk pembangunan kapitalistik yang terus berlangsung hingga hari ini. Pola yang umumnya telah mewarnai pikiran ekonomi Barat, dan berkembang selama 200 tahun itu secara substansial telah berubah dari versi asalnya. Langkah-langkah diambil untuk mengubah ekonomi menuju sosialisme. Dalam salah satu pengalaman penerapan itu dimulai dengan mengembangkan lembaga, menegakkan mekanisme kontrol, keberhasilan dan kegagalan, semuanya muncul dalam bentuk bantuan pada negara yang mengikuti strategi model pembangunan sosialis. Jadi masalah pertama yang muncul jika hendak mengkaji sistem perubahan sosial sosialisme adalah negara mana yang disebut sebagai negara sosialis itu. Gurley (1987) menemukan 24 negara sosialis, dan dia memasukan negara seperti Guyana, Etiopia, Somalia, dan Benin yang banyak diragukan itu. Morawets (1980) memasukan Sri Lanka sebagai negara sosialis. Dari beragam model negara sosialis tersebut, kelihatannya pengalaman mereka sangat beragam, bagaimana mempelajarinya? Dalam hal ini ada dua hal yang bisa dilakuan. Pertama, tidaklah mungkin membuat generalisasi model pembangunan sosialisme itu sendiri. Oleh sebab itu kita bisa melihat, pertama, negara yang mengikuti pola sosialisme antara dua negara, Uni Soviet dan Cina. Kedua, pengalaman pembangunan sosialis menimbulkan banyak masalah yang bisa dibahas.

No comments:

Post a Comment