Kekuasaan
mayoritas
(Majority power)
hampir dimana ada
mayoritas, baik di bidang agama, ekonomi, moral, politik, dsb, yang minoritas
lebih mudah ditindas dan lebih sering mengalami penderitaan karena tekanan oleh
pihak mayoritas. Hubungan antara kaum mayoritas-minoritas sering menimbulkan
konflik social yang ditandai oleh sikap subyektif berupa prasangka dan tingkah
laku yang tidak bersahabat (Schwingenschlögl, 2007). Secara umum,
kelompok yang dominan cenderung mempertahankan posisinya yang ada sekarang dan
menahan proses perubahan social yang mungkin akan mengacaukan status tersebut.
Ketakutan akan kehilangan kekuasaan mendorong mereka untuk melakukan penindasan
dan menyia-nyiakan poteni produktif dari kaum minoritas (Griffiths, 2006).
Adapun
istilah “dominasi mayoritas”, dimana pihak mayoritas mendominasi sehingga pihak
minoritas terkalahkan kepentingannya. Contohnya yaitu pada suatu negara dimana
penduduk aslinya yang mayoritas mungkin saja mengabaikan kepentingan penduduk
pendatang yang jumlahnya jauh lebih sedikit. Sedangkan di sisi sebaliknya,
istilah yang benar adalah “tirani minoritas”, di mana pihak yang sedikit
jumlahnya, tapi karena terlalu kuat menjadi sewenang-wenang dan menekan pihak
yang jumlahnya lebih banyak. Contohnya adalah kediktatoran. Seorang diktator,
meskipun suaranya tidak mencerminkan mayoritas rakyat tapi karena kekuatannya,
dia menekan mayoritas rakyat (Huang, 2009).
Salah satu factor dari mayoritas adalah karena jumlah anggota
grup yang banyak. Seiring dengan bertambah banyaknya anggota, maka social influence group
tersebut semakin besar. Kebanyakan kaum minoritas sering mengalami kesulitan
atau hambatan saat berhadapan dengan kaum mayoritas. Faktor yang mempengaruhi
adanya hambatan tersebut menurut Purwasito (2003, dalam Reslawati) antara lain
prasangka histories, diskriminasi, dan perasaan superioritas in-group feeling
yang berlebihan. Sebagai contoh, penelitian Pasurdi (dalam Reslawati)
menunjukkan bahwa orang-orang Jawa yang menetap di Bandung cenderung untuk
berlaku seperti layaknya orang Sunda dan menaati semua peraturan di
tempat-tempat umum, hal ini terjadi terutama pada masyarakat Jawa menegah
kebawah.
Namun,
tidak selalu kaum mayoritas yang memegang pengaruh kuat, kaum minoritas pun
dapat berpengaruh meskipun dengan jumlah anggota yang lebih sedikit dibandingkan
dengan kaum mayoritas. Clark (1990, dalam Forysth) mengatakan bahwa kaum
minoritas yang mengajukan pendapat yang bertentangan dengan mayoritas cenderung
lebih berpengaruh daripada minoritas yang gagal untuk membantah mayoritas.
No comments:
Post a Comment